Japan Culture

Peran yang Ada Dalam Kabuki

22.45.00


1. Peran yang ada dalam Kabuki

Sesuai dengan salah satu persyaratan yang telah ditentukan oleh pemerintah bakufu, maka semua pemain Kabuki haruslah pria. Namun dalam pementasan ada di antara pemain yang harus memainkan peranan sebagai wanita. Peran wanita dalam drama klasik Kabuki disebut onnagata atau tateoyama Meskipun para pemeran wanita itu sesungguhnya adalah para pria tapi mereka dapat berperan dengan baik sehingga dalam penampilannya sulit dipercaya bahwa mereka adalah pria. Terdapat 3 jenis tingkatan peran wanita, dalam drama klasik kabuki yaitu :

a. Hime dan machimusume, yaitu peranan sebagai wanita muda

b. Okugata dan sewayobo, yaitu peranan sebagai wanita dewasa

c. Fukeoyama, yaitu peranan sebagai wanita tua

Para tokoh memainkan perannya sesuai dari urutannya yaitu dari muda hingga tua dan mereka berperan secara turun temurun. Dalam bermain drana klasik kabuki, para Orang tua wajib membimbing dan menentukan peran anak-anaknya, apakah perannya menjadi tachiyaku (= peran pria) atau tateoyama (= peran wanita), pendek kata mereka bermain sesuai dengan tingkatan usianya.

Anak – anak yang memerankan suatu peran disebut koyaku (peran anak) Dalam seni peran drama klasik kabuki , istilah Mie merupakan suatu hal yang penting yang tidak boleh terlewatkan, karena mie merupakan klimaks dari suatu akting dengan pose yang mengagumkan yaitu sikap seperti patung dengan mata yang melotot. Dengan kata lain, Mie juga merujuk kepada seorang pemain yang menghentikan aktivitasnya sejenak untuk mencapai klimak emosi di dalam akting yang diperankannya.

Selain itu, dalam drama klasik kabuki dikenal juga adanya 2 jenis peran dasar yang terdiri dari 2 jenis wagoto dan aragoto. Wagoto adalah jenis dasar drama klasik kabuki yang mencerminkan realitas kehidupan masyarakat kota yang berkembang di daerah kansai. Karakter utamanya naturalisme dan pokok ceritanya berkisar tentang kisah cinta pra dan wanita, sedangkan Aragoto adalah jenis peran yang mencerminkan semangat masyarakat kota di daerah Edo yang berwatak sombong, kasar, berideologi kuat.

Peran arigoto biasanya diimplementasikan ke dalam cerita-cerita kepahlawanan, kegagahan, semangat yang mengebu-gebu, sehingga hampir cenderung kasar tanpa adanya unsur yang lemah lembut seperti pada peran wagoto. Itulah sebabnya make up para pemain aragoto make up berwarna merah terang, biru dan hitam. Warna-warna make up tersebut disebut kumadori yang melambangkan kekuatan dasyat dan kekuatan manusia yang luar biasa.

2. Cerita Kabuki

Pada awal abad 19 urutan alur drama klasik kabuki dapat dikelompokkan ke dalam 2 jenis yaitu :

a. Jidaimono (= cerita tentang sejarah)

Cerita jenis ini paling populer dan superior, karena bersumber pada kisah-kisah pertempuran antara keluarga Minamoto dan Taira, shogun Ashikaga dan Hojo, Odanobunaga dan Toyotomi Hideyoshi, serta kisah pembayar pajak dan si pemberani serta keadaan masyarakat Jepang pada masa pemerintahan Tokugawa. Termasuk pula dalam jenis cerita tentang sejarah ini, adalah cerita mengenaii kehidupan kalangan bangsawan ataupun kalangan istana yabg disebut ochomono, serta cerita-cerita yang menceritakan tentang skandal disebut oie sodomono.

b. Sewamono (cerita mengenai keadaan kehidupan sehari- hari)

Jenis cerita ini menggambarkan realitas kehidupan sehari-hari rakyat jelata, baik menyangkut tentang kesulitan hidup, profesi dan penjahat. misalnya kisah pembuat onar, penata rambut, pengemis bahkan seluk beluk kehidupan para pencuri. Berkaitan dengan unsur cerita di atas, salah satu penunjang kepopiuleran drrama klasik Kabuki pada masa sekarang ini adalah adanya naskah asli kabuki yang dinamakan “kizewamono”. Naskah ini ditulis dalam bahasa Jepang klasik dan isinya menggambarkankeerotisan, siksaan serta kehidupan suram masyarakat rendah pada jaman Tokugawa. dan bahasa yang digunakan dalam bakubi adalah Koten yaitu bahasa jepang klasik. Kizewamono disebut sebagai naskah asli drama klasik kabuki karena kizewamono tidak dipengaruhi oleh karya-karya sebelumnya seperti bunraku.

3. Panggung Kabuki

Seperti telah diuraikan dalam bagian terdahulu bahwa drama klasik Kabuki pada awal mulanya tidak dimainkan di atas panggung, tetapi ketika Okuni diundang shogun Tokugawa untuk menunjukkan kebolehanny di istana kaisar di Kyoto pada tahun 1604, maka untuk pertama kalinya drama drama klasik Kabuki dipentaskan di atas panggung. Panggung pementasan drama klasik kabuki terbagi dalam 6 bagian utama yaitu

a. Atoza ( bagian belakang panggung)

Tempat ini biasanya ditempati oleh musik pengiring yang disebut dengan istilah ayashikata.

b. Wakiza ( bagian samping kanan panggung)

Tempat ini biasanya ditempati oleh 8 atau 9 orang penyanyi.

c. Honbutai (panggung untuk pertunjukkan)

Tempat ini merupakan tempat drama klasik Kabuki dipentaskan

d. Hanamichi

Tempat ini adalah istilah yang digunakan untuk panggung yang terletak di sisi kiri dan kanan panggung yang berbentuk lorong panjang yang menerobos di antara kursi-kursi penonton. Pada umumnya panggung yang lebih sering digunakan adalah hanamichi sebelah kiri.

e. Mawari Butai

Istilah yag digunakan sebagai panggung pementasan drama klasik kabuki yang bisa berputar yang digerakan dari bawah oleh petugas pentas.

Mawari butai berfungsi untuk mengganti latar belakang panggung dan peralihan babak dengan cepat. Perubahan panggung ini tidak mengganggu cerita tetapi biasanya ditunggu-tunggu para penonton karena hal ini merupakan suatu hal yang menakjubkan.

Pada masa sekarang ini sehubungan dengan sudah majunya teknologi maka berputarnya panggung tidak lagi digerakkan dengan tenaga manusia, tetapi sudah menggunakan tenaga listrik.

f. Oozeri

peralatan yang sudah jadi dalam berbagai bentuk, sebenarnya Oozeri dapat dikatakan sebagai panggung mini yang dipersiapkan untuk dapat naik turun dengan mudah.

4. Musik Kabuki

Instrumen yang digunakan dalam pementasan drama klasik kabuki sebagai musik pengiring adalah taiko (gendang), shamisen ( semacam gitar yang berdawai tiga), dan tsuzumi (=genderang yang dipukul-pukul dengan tangan). Kombinasi dari instrumen-instrumen tersebut di atas menghasilkan ekspresi bunyi-bunyi an asli seperti bunyi hujan, tiupan angin dan salju.

Jenis musik pengiring yang mendukung tarian dalam pementasan drama klasik kabuki dapat dikelompokkan ke dalam 3 jenis yaitu Osatsume, Kiyomoto dan Nagauta. Osatsume adalah ekspresi musik yang dimunculkan hanya untuk adegan-adegan yang menakutkan. Kiyomoto adalah ekspresi musik pengiring untuk narasi nyanyian Jepang yang anggun sedangkan Nagauta adalah nyanyian indah yang ditampilkan dalam berbagai cerita, dan merupakan salah satu musik terpenting dalam pementasan drama klasik kabuki.

Satu hal lain yang tidak boleh dilupakan dalam pementasan drama klasik kabuki adalah Hyosigi. Hyosigi adalah musik yang digunakan untuk menentukan kapan layar dibuka dan ditutup Semua alat musik yang digunakan dalam kabuki sangat sederhana, karena semuanya terbuat dari kayu yang digunakan dengan cara dipukul, kecuali shamisen dimainkan dengan cara dipetik dawainya dengan alat petik yang terbuat dari kayu.

5. Tari Kabuki

Dalam pementasan drama kabuki, unsur tari menjadi penunjang yang sangat penting, karena bentuk tarian dapat menjadi klimaks dari suatu lakon yang dipentaskan. Ada 3 jenis tarian yang digunakan dalam pementasan drama klasik Kabuki yaitu tarian selingan, tarian drama dan tarian yang menunjukkan kepribadian, masing – masing tarian mempunyai waktu tampil dan tujuan tersendiri.

a. Tarian selingan

Tarian ini ditampilkan sebagai sisipan diantara pergantian babak dalam drama klasik kabuki, dengan tujuan untuk menghilangkan kejenuhan bagi penonton. Jenis tarian ini hanyalah sebagai pelengkap saja, tidak bermaksud membawa penonton pada jenis drama yang lebih komplek.

b. Tarian drama

Tarian ini ditampilkan dengan iringan musik secara lengkap, tarian ini bertujuan menunjang gerakan para pemain kabuki, dalam memainkan lakon yang diperankan oleh pemain yang bersangkutan menjadi sempurna. Biasannya tarian ini memaparkan suatu cerita secara lengkap sesuai dengan skenario drama yang dipentaskan.

c. Tarian yang menunjukkan kepribadian

Tarian ini merupakan tarian adat, yaitu suatu ekspresi tarian rakyat yang merefleksikan kehidupan yang diceritakan dan ditampilkan di atas panggung kabuki, Biasanya tarian ini merupakan tarian perorangan, sehingga menonjolkan pribadi seseorang.

6. Penggunaan Dialog

Dalam setiap drama pasti kita temui dialog, begitu pula dalam drama klasik kabuki. Fungsinya untuk memperjelas dan mengekspresikan suatu adegan. Unsur dialog dalam drama klasik Kabuki mulai dikebal sebagai akibat dari larangan pemerintah Bakufu yang tidak memperbolehkan adanya lagu dan tari yang dapat membangkitkan nfsu birahi.

Unrtuk menfisi kekosongan itu maka timbullah bentuk dialog untuk memperkuat ekspresi para pemain yang dilakukan dengan gerakan yang wajar. Melalui dialog ini, muncullah jenis cerita aragoto yang diciptakan Ichikawa Danjuro dengan naskah pertamanya berjudul “Shintenno Osamadachi” yang pertama dipentaskan di Edo pada tahun 1637.

You Might Also Like

0 komentar

Hii All.. Thanks for visiting my blog.. Please leave your comment and connect each other.. Thankyou ^.^