BAB I
PENDAHULUAN
BAB I
1.1 Latar Belakang
Mempelajari bahasa asing memang tidak mudah. Hal ini disebabkan karena bahasa asing bukanlah bahasa ibu bagi si pembelajar asing, selain itu disebabkan juga karena si pembelajar asing tersebut belum pernah tinggal di negara yang sedang dipelajari bahasanya tersebut sehingga tidak memiliki nuansa makna yang sama dengan orang aslinya.
Tidak terkecuali dalam mempelajari bahasa Jepang. Menurut Taeko Kamiya ada beberapa pendapat yang mengatakan dari mana bahasa lisan Jepang berasal. “beberapa merasa ada terdapat hubungan yang kuat dengan bahasa Altaic di Asia Tenggara dan Polinesia. Dan beberapa pendapat lainnya mengatakan bahasa Jepang tidak ada hubungannya dengan bahasa lain manapun” (Taeko Kamiya: 87).
Dalam perkembangannya, bahasa Jepang meminjam kata-kata dari bahasa lain dikarenakan pergeseran budaya ataupun istilah baru itu tidak ada padanan katanya dalam bahasa jepang. Bahasa jepang memiliki struktur yang berbeda dengan bahasa indonesia, struktur tersebut juga di bahas dalam Teori Gramatikal Generatif, yang akan penulis bahas dalam makalah ini.
1.2 Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Togoron dan bertujuan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman mahasiswa sastra Jepang khususnya bagi penulis sendiri tentang Teori Gramatikal Generatif.
1.3 Batasan Masalah
Makalah ini membahas tentang Teori Gramatikal Generatif dan aliranya. Makalah ini juga membahas tentang struktur bahasa jepang, agar dapa mudah di pelajari.
BAB II
Pembahasan
2.1 Teori Gramatikal Generatif
Tokoh terkenal dalam tata bahasa generatif adalah Naoman Chomsky, muncul sebagai reaksi terhadap aliran strukturalisme. Dalam sintaksis, aliran ini populer dengan teori : deep structure , surface structure (struktur luar/lahir), phrase structure rules dan yang lainnya.
Aliran generatif mengeluarkan teori struktur frase, dikatakan bahwa kalimat terbentuk karena 2 hal yaitu :
1. Adanya struktur kalimat yang berdasarkan kepada ketentuan struktur frase
2. Struktur frase tersebut diisi dengan kata yang tepat berdasarkan pada ketentuan leksikonnya.
Koizumi (1993:177-178) mendeskripsikan ketentuan struktur frase dan leksikon bahasa Jepang sebagai berikut :
a. Ketentuan struktur frase
1. S NP – VP – Aux
2. VP NP – V – Aux
3. NP N – Po (A – N – Po)
b. Ketentuan leksikon
1. N hanako, boushi, kuruma, dll
2. V kau, kuru, hashiru, dll
3. Aux ta, darou, dll
4. A akai, atarashii, dll
5. Po wa, ga, o, dll
Berdasarkan ketentuan tersebut, diketahui bahwa kalimat bahasa Jepang (S) terdiri atas frase nomina (NP), frase verba (VP), dan kategori gramatikal (Aux). Dalam frase verba terkandung nomina verba (NP), verba (V), dan kategori gramatikal (Aux). Dalam frase nomina (NP) ada yang diikuti partikel dan ada yang mengikuti adjectiva (A). Dalam ketentuan leksikon, nomina dilambangkan dengan (N), verba dengan (V), kategori gramatikal dengan (Aux) yang mencakup tenses, aspek, modalitas dan yang lainnya sedangkan adjektiva dilambangkan dengan (A), karena partikel diletakkan dibelakang nomina, maka partikel dianggap sebagai postposition (Po).
Dalam tata bahasa generatif ditegaskan bahwa setiap kalimat terdiri dari 2 jenis struktur yaitu :
1. Struktur dalam/bathin
Struktur dalam bersifat abstrak.
2. Struktur luar/lahir
Struktur luar bersifat nyata, yaitu bahasa yang diutarakan baik secara lisan maupun tulisan.
Kalimat yang dinyatakan dalam struktur luar merupakan hasil perpaduan antara kalimat struktur frase dan leksikon dengan mematuhi setiap ketentuan, kemudian disesuaikan melalui aturan transformasinya.
Ide dan pikiran yang ada dalam benak seseorang dituangkan ke dalam kalimat yang benar, diasumsikan melalui proses berikut, leksikon dan struktur frase dimasukkan kedalam struktur dalam, kemudian melalui aturan transformasi yang ada, terbentuklah struktur luarnya.
Struktur dalam dapat dimanfaatkan dalam menganalisa kalimat, misalnya kalimat yang memiliki makna ganda bisa dianalisis seperti berikut.
太郎は次郎にを自分の部屋で勉強させた.
Tarou wa jirou ni wo jibun no heya de benkyou saseta.
Frase {jibun no heya} bisa menunjuk dua makna, yaitu {tarou no heya} atau {jirou no heya} . Apakah Taro menyuruh belajar pada Jiro di kamar Taro atau di kamar Jiro, inilah yang disebut dengan makna ganda, untuk membedakan makna dari 2 kalimat tersebut, Machida dan Momiyama (1997) menjelaskannya dengan cara menunjukkan struktur dalam yang berbeda, yaitu :
1. 太郎は次郎を{次郎が太郎の部屋で勉強する}させた
Tarou wa Jirou wo {Jirou ga Tarou no heya de benkyou suru} saseta.
2. 太郎は次郎を{次郎が次郎の部屋で勉強する}させた
Tarou wa Jirou wo {Jirou ga Jirou no heya de benkyou suru} saseta.
Teknik ini juga bermanfaat dalam menjelaskan kalimat pasif tidak langsung (meiwaku no ukemi), dalam pengajaran bahasa Jepang. Misalnya, kalimat pasif berikut tidak bisa diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia, tapi bisa dipahami melalui pendeskripsian struktur dalamnya.
私は人に騒がれて, 眠れなかった
Watashi wa hito ni sawagarete, nemurenakatta
Kalimat pasif tidak langsung dalam bahasa jepang tidak bisa diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Karena, verba sawagu <gaduh> merupakan verba Intransitif, dan verba ini tidak bisa dijadikan kalimat pasif dalam Bahasa Indonesia. Oleh karena itu, untuk menjelaskan kepada pembelajar Bahasa Jepang bisa dengan menyajikan struktur dalam dari kalimat tersebut,
私は{人が騒ぐ}られて、眠れなかった
Watashi wa {hito ga sawagu} rarete, nemurenakatta.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bahasa jepang memiliki struktur gramatikal yang berbeda dengan Bahasa Indonesia, dengan mmpelajari strukrtur gramatikal Bahasa Jepang, maka itu akan mempermudah pembelajar Bahasa Jepang dalam mempelajari Bahasa Jepang.
Dalam tata bahasa generatif dijelaskan juga, bahwa setiap kalimat terdiri dari 2 jenis struktur-sturuktur.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Matsura Kenji. 1994. Kamus Bahasa Jepang-Indonesia. Kyoto: Kyoto Sangyo University Pers.
Taeko Kamiya. Diterjemahkan oleh Rahayu Ratnaningsih. 1996. Cara Praktis Berbahasa Jepang. Jakarta: Kesaint Blanc.
Sutedi, dedi. 2003. Dasar- Dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung : Humaniora