Japan Language

Keigo

15.14.00

BAB I
PENDAHULUAN

1.1          Latar Belakang
Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang sangat netral, dapat dipakai dalam berbagai konteks, dapat dipakai oleh siapa saja,  dan kepada siapa saja.  Ini sangat berbeda dengan Bahasa Jepang yang sangat memperhatikan dalam konteks apa saja bahasa itu digunakan, kepada siapa. Contohnya saat dalam situasi formal, si pembicara harus memperhatikan kehalusan bahasanya, karena di dalam situasi itu bisa saja pendengarnya orang yang lebih tua darinya atau atasannya jika ia seorang pegawai suatu perusahaan.

Pada kesempatan ini, kami akan membahas tentang tingkat kehalusan Bahasa Jepang serta benruk poitif dan negatifnya.

1.2          Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah agar mahasiswa yang mempelajari Bahasa jepang dapat memahami bahwa bahasa jepang yang digunakannya telah sesuai dengan konteks dan kehalusan dalam penggunaanya.
1.3          Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang diutarakan yaitu tingkat kehalusan bahasa jepang dan benruk positif dan negative dalam Bahasa Jepang.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tingkat kehalusan Bahasa Jepang
                
                 Tingkat kehalusan Bahasa Jepang atau ragam bahasa hormat disebut juga dengan keigo menjadi salah satu karakteristik Bahasa Jepang. Dalam situasi formal, sipembicara harus memperhatikan lawan bicaranya, apakah lawan bicaranya berkedudukan tinggi atau kepada orang yang belum akrab, biasanya menggunakan bentuk halus.

                 Dalam situasi tidak formal, sipembicara dapat menggunakan bentuk biasa atau tidak halus tapi kepada orang sederajat atau dianggap akrab. Dalam kalimat verbal, halus tidaknya suatu kalimat ditentukan oleh bentuk verba yang digunakannya. Untuk menyatakan kaalimat halus bisa digunakan verba bentuk MASU,MASEN. Untuk kalimat tidak halus, biasanya digunakan verba bentuk RU,TA, NAI.
                 例:Bentuk sopan                                                              Bentuk tidak sopan
                    あそこ病院にがあります。                                    あそこに病院がある。                                     Asoko ni byouin ga arimasu.                                              Asoko ni byouin ga aru.
                        Di sana ada rumah sakit.                                             Di sana ada rumah sakit.
     
Makna pada kedua contoh di atas sama sekali tidak ada perbedaan, namun yang membedakannya adalah nuansa halus tidaknya kalimat tersebut. Kedua kalimat tersebut digunakan kepada lawan bicara yang berbeda, misalnya, kalimat あそこに病院があります diucapkan kepada lawan bicara orang yang lebih tua atau orang yang belum akrab atau kepada orang yang dihormati, sedangkan contoh kalimat あそこに病院がある diucapkan kepada lawan bicara yang akrab atau sebaya.
                 
Nakao Toshio ( Sudjianto, 1999 : 149 ) menjelaskan bahwa keigo ditentukan dengan parameter sebagai berikut:
1.      Usia                                   tua atau muda, senior atau yunior
2.      Status                                atasan atau bawahan, guru atau murid
3.      Jenis kelamin                     pria atau wanita
4.      Keakraban                         orang luar atau orang luar
5.      Gaya bahasa                      bahasa ehari-hari, ceramah, perkuliahan
6.      Pribadi atau umum            rapat, upacara, atau kegiatan apa
7.      Pendidikan                                    berpendidikan atau tidak.

2.2 Jenis-Jenis Keigo
       Menurut Sudjianto (1999 : 150-156) keigo terbagi 3 macam
1 Sonkeigo   
      
Sonkeigo dipakai bagi segala sesuatu yang berhubungan dengan atasan sebagai orang yang lebih tua usianya atau lebih tinngi kedudukannya, yang berhubungan dengan tamu, atau yang berhubungan dengan lawan bicara. Sonkeigo merupakan cara bertutur kata yang secara langsung menyatakan rasa hormat terhadap lawan bicara ( Hirai, 1985 : 132).
           
Sementara itu Oishi Shotaro (1985 : 25) menjelaskan bahwa sonkeigo adalah ragam bahasa hormat untuk menyatakan rasa hormat terhadap orang yang dibicarakan dengan cara menaikkan derjat orang dibicarakannya.

Contoh: dengan cara menyebutkan sensei kepada orang yang dibicarakan dan dengan mengucapkan irassharu bagi aktifitasnya seperti pada kalimat Sensei ga ryokoo ni irassharu “Pak guru akan pergi berdamawisata”.

Contoh kalimat di atas merupakan cara untuk menyatakan rasa hormat pembicara terhadap orang yang di bicarakan dengan cara menaikkan derjatnya. Anata mo irassharu ka “pakah anda juga akan pergi” menjadi orang yang dibicarakan, maka pemakaian anata dan irassharu pada kalimat itupun dipakai untuk menghormati lawan bicara dengan cara menaikkan derjatnya.

Ada beberapa cara untuk menyatakan Sonkeigo yaitu:
a)      Memakai verba khusus sebagai sonkeigo, seperti:
Nasaru                                               suru ‘melakukan’
Goran ni naru                                    =miru ‘melihat’
Meshiagaru, agaru                            =taberu ‘makan’,  nomu ‘minum’
Irassharu                                           =iru ‘ada’, iku ‘pergi’, kuru ‘datang’
Ossharu                                             =iu berkata’
Kudasaru                                           =kureru’ memberi’

b)      Memakai verba bantu reru setelah verba golongan satu dan memakai verba bantu rareru setelah verba golongan dua, seperti:
Kakareru                                           = kaku ‘menulis’
Ukerareru                                          =ukeru ‘menerima’
Taberareru                                        =taberu ‘makan’

c)      Menyisipkan verba bentuk ren’yookei pada pola ‘o.,,, ni naru’ seperti:
Omachi ni naru                                 =matsu ‘menuggu’
Otachi ni naru                                   =tatsu ‘berdiri’

d)     Memakai nomina khusus sebagai sonkeigo untuk memanggil orang. Seperti
Sensei                                                 = bapak/ ibu (guru, dokter)
Shachoo                                             = direktur
Kachoo                                              =kepala bbagian
Anata                                                 = anda

e)      Memakai prefix dan/ sufiks sebagai sonkeigo seperti:
Tanakasama                                      Tn. Tanaka
Suzukisan                                           = Sdr. Suzuki
Musumesan                                        = anak perempuan
Oishasan                                            =dokter

f)       Memakai verba asubasu,  kudasaru, dan irassharu setelah verba-verba lain, seperti :
Okaeri asobasu                                  = kaeru ‘pulang’
Oyurushi kudasaru                            =yurusu ‘memaafkan’
Mite irassharu                                    =miru ‘melihat

2. Kenjoogo
           
Ada yang menyebut kenjoogo dengan istilah kensongo. Hirai Masao menyebut kensongo sebagai cara bertutur kata yang menyatakan rasa hormat terhadap lawan bicara dengan merendahkan diri sendiri (Hirai, 1985 :132). Di pihak lain Oishi Shotaro (1985:27) mengartikan kensongo sebagai keigo yang menyatakan rasa hormat terhadap lawan bicara atau terhadap teman orang yang dibicarakan dengan cara merendahkan orang yang dibicarakan.

Contoh: haha ga sensei ni oaiuru “ibu saya akan menemui bapak guru”  dipakai untuk merendahkan aktifitas haha sebagai orang yang dibicarakan untuk menyatakan rasa hormat terhadap sensei sebagai teman orang yang dibicarakan.

Kenjoogo dapat diungkapkan dengan cara:
a)      Memakai verba khusus sebagai kenjoogo, seperti:
Mairu                                                 =kuru ‘datang’
Moosu                                                =iu ‘mengatakan’
Itadaku                                               =morau ‘menerima’
b)      Memakai pronomina persona sebagai kenjoogo seperti:
Watakushi                                          =saya
Watashi                                              =saya
c)      Menyisipkan verba bentuk renyookei pada pola ‘o,,,, suru’, seperti:
oai suru                                              =au ‘bertemu’
oshirase suru                                     =shiraseru ‘memberitahu’
okiki suru                                           =kiku ‘mendengar’
d)     Memakai verba ageru, moosu, mooshiageru, itasu setelah verba lain, seperti:
Oshirase itasu                                    =shiraseru ‘memberitahu, mengumumkan’
Oshirase moosu                                 =shiraseru
Shirasete ageru                                  =shiraseru
Shirasete sashiageru                          =shiraseru

3.      Teineigo
            Teineigo adalah cara bertutur kata dengan sopan santun yang dipakai oleh pembicara dengan saling menghormati atau menghargai perasaan masing-masing (Hirai, 1985 : 131). Oishi Shotaroo (dalam Bunkachoo, 1985: 28) menyebut teineigo dengan istilah teichoogo yaitu keigo yang secara lansung menyatakan rasa hormat terhadap hubungannya dengan menaikkan atau menurunkan derajat orang yang dibicarakan. lawan bicara(dengan pertimbangan yang khusus terhadap lawa bicara). Pemakaian teichoogo sama sekali tidak ada hubungannya dengan menaikkan atau menurunkan derajat orang yang dibicarakan.

Contoh: ani wa asu kaerimasu ‘kakak laki-laki saya besok akan pulang’ adalah orang yang dibicarakan, tetapi teichoogo ‘masu’ pada kalimat itu dipakai bukan untuk menaikkan derjat ani melainkan dikarenakan adanya pertimbangan terhadap lawan bicara.

Teineigo dinyatakan dengan cara sebagai berikut:
a)      Memakai verba bantu desu dan masu seperti pada kata:
Ikimasu                                              = iku ‘pergi’
Tabemasu                                          =taberu ‘makan’
Hon desu                                           =hon da ‘buku’
Kirei desu                                          =kirei da ‘cantik,bersih,indah’
b)      Memakai prefiks o atau go pada kata-kata tertentu, seperti:
Okane                                                            =kane ‘uang’
Omizu                                                            =mizu ‘air’
Osake                                                 =sake
Goryooshin                                        =ryooshin ‘orang tua’
Goiken                                               =iken ‘pendapat’
c)      Memakai kata-kata tertentu sebagai teineigo seperti kata gozaimasu (gozaru) untuk kata arimasu (aru) ‘ada’.

2.3  Bentuk Positif dan Negatif Bahasa Jepang

            Dalam Bahasa Jepang ada istilah kata mitome-kata, yang mencakup didalamnaya bentuk positif dan negatif. Bentuk positif disebut mitome, dan yang negatif disebut uchikeshi. Mitome dalam kalimat verbal biasanya digunakan bentuk MASU, TA, dan lain-lain.sedangkan dalam uchikehi biasanya digunakan verba bentuk MASEN, NAI , dan sejenisnya.
例:
a)      田中さんは外国へいく。                           (bentuk positif biasa)
Tanaka akan pergi ke luar negri.
b)      田中さんは外国へ行かない。                   (bentuk negatif biasa)
Tanaka tidak akan pergi ke luar negri.
c)      田中さんは外国へ行きます。                   (bentuk positif halus)
Tanaka akan pergi ke luar negri.
d)     田中さんは外国へ行きません。               (bentuk negatif halus)
Tanaka tidak akan pergi ke luar negri.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
           Bahasa Jepang Memiliki tingkatan kehalusan atau disebut juga dengan ragam bahasa hormat atau dalam istilah bahasa jepanganya keigo. Keigo terbagi tiga: sonkeigo, kenjoogo dan teineigo. Masing itu mempunyai makna tersendiri dalam mengungkapkan kehalusan dalam berbahasa. Sonkeigo merupakan cara bertutur kata yang secara langsung menyatakan rasa hormat terhadap lawan bicara ( Hirai, 1985 : 132). Sementara itu Oishi Shotaro (1985 : 25) menjelaskan bahwa sonkeigo adalah ragam bahasa hormat untuk menyatakan rasa hormat terhadap orang yang dibicarakan dengan cara menaikkan derjat orang dibicarakannya. Dari ke dua pendapat ahli tersebut dapat kita simpulkan bahwa sonkeigo ragam bahasa hormat terhadap orang yang di bicarakan dengan menaikkan derjatnya.
          
Ada yang menyebut kenjoogo dengan istilah kensongo. Hirai Masao menyebut kensongo sebagai cara bertutur kata yang menyatakan rasa hormat terhadap lawan bicara dengan merendahkan diri sendiri (Hirai, 1985 :132). Di pihak lain Oishi Shotaro (1985:27) mengartikan kensongo sebagai keigo yang menyatakan rasa hormat terhadap lawan bicara atau terhadap teman orang yang dibicarakan dengan cara merendahkan orang yang dibicarakan. Jadi kenjoogo ini dapat isimpulkan bahwa untuk menunjukkan rasa hormatnya kepada  orang lain ia merendahkan dirinya.
            
Pemakaian teichoogo sama sekali tidak ada hubungannya dengan menaikkan atau menurunkan derajat orang yang dibicarakan. Bentuk positif dan negatif dalam Bahasa Jepang digunakan bentuk MASU,TA,MASEN,NAI, dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA

Sudjianto.2004.Pengantar Linguistik Bahasa Jepang.Bekasi Timur: KBI
Sutedi.Dedi.2003.Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang.Bandung:Kuswari

You Might Also Like

0 komentar

Hii All.. Thanks for visiting my blog.. Please leave your comment and connect each other.. Thankyou ^.^