Japan Culture

Modernisasi Jepang

23.10.00

BAB I
JEPANG SEBELUM MEIJI

Jepang dalam menurut catatan kuno (Kojiki) merupakan sebuah negara kekaisaran yang hanya memiliki satu dinasti yang berkuasa. Menurut kepercayaan orang Jepang, Dewa Matahari ini merupakan dewa yang tertinggi kedudukannya, karena itu mereka sangat mengagungkannya dan memujanya. Cara ini menjadi kepercayaan tertinggi masyarakat Jepang yang dikenal dengan kepercayaan “Shinto”. Pada tahun 660 SM, Pemerintahan kekaisaran dimulai dengan mengangkat dirinya sabagai kaisar dengan Kaisar Jinmu (Jinmu Tenno). Selama lebih kurang 60 tahun pada abad ke-14, jepang dikuasai oleh keluarga kekaisaran Jinmu Tenno. Zaman ini dalam sejarah dikenal dengan Zaman Yamato.

Pada awal abad ke-5, ketika Kaisar Nintoku berkuasa, Jepang mulai mengadakan hubungan dengan Tiongkok dalam usahanya untuk memperkuat kedudukan dan keharuman nama kaisar. Hal ini mengakibatkan banyaknya orang Tiongkok yang datang ke Jepang. Kedatangan orang Tiongkok ini memberikan banyak pengaruh bagi perkembangan kebudayaan Jepang, karena tingkat perkembangan kebudayaan Tiongkok lebih tingg8i dibanding Jepang. Masyarakat Jepang yang pada saat itu belum memiliki huruf baca menggunakan huruf Tiongkok untuk menuliskan bahasa yang mereka gunakan. Masuknya kebudayaan Tiongkok juga menyebabkan berkembangnya ajaran Kong Fu Tse di Jepang. Ajaran ini kemudian digunakan sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari baik oleh kaum bangsawan maupun rakyat biasa. Tidak lama kemudian pada tahun 552 M, agama Budha mulai diperkenalkan di Jepang. Agama ini sangat mengesankan bagi masyarakat Jepang karena wujudnya yang konkrit sehingga lambat laun agama ini mempengaruhi seluruh kepulauan Jepang.

Setelah memasuki tahun 593 yaitu pada masa pemerintahan Kaisar Putri Suiko, terjadi perubahan penting dalam sejarah politik Jepang. Pada saat itu Pangeran Shutoku yang merupakan cucu dari Kaisar Kinmei diangkat sebagai wali bagi Tenno Suiko. Keberadaan Pangeran Shutoku memberikan banyak perubahan dalam system ketatanegaraan kekaisaran Jepang yang dirumuskan dalam UUD yang disebut “Konstitusi Tujuh Belas Bab” yang diumumkan pada tahun 604. Ketentuan ini merupakan usaha untuk menuliskan kode tingkah laku bagi para pejabat pemerintahan dan rakyat biasa, berdasarkan Agama Budha dan Kepercayaan Kong Fu Tse mengenai kehidupan manusia.

Di tahun 645, terjadilah gerakan pembaharuan yang disebut “Pembaharuan Taika” melalui kudeta terhadap keluarga Soga yang menjabat menteri secara turun temurun dan kekuasaanya melebihi kekuasaan istana. Tindakan pertama dalam pembaharuan ini adalah mengambil alih semua tanah dan rakyat yang dikuasai Uji untuk diserahkan kepada negara dibawah kekuasaan Tenno. Daerah-daerah tersebut dibagi secara administrative menjadi Provinsi (kuni) dan Distrik (gori). Tanah pertanian dibagikan merata kepada rakyat dan pajak dipungut berdasarkan hasil pertanian.

Dalam rangka meningkatkan pembaharuan, Kaisar Tenji membuat rencana penyusunan kitab Undang-Undang dan peraturan-peraturan hukum yang kemudian diperbaharui pada masa Kaisar Mommu dan mencapai bentuk sempurna. Kitab ini kemudian dikenal sebagai Taiho Ritsu Ryo dan menjadi landasan hukum bagi pemerintahan Jepang sampai berabad-abad kemudian.

Namun, pembaharuan-pembaharuan ini tetap tidak menghapuskan hak-hak istimewa yang dimiliki oleh keluarga masyrakat lapisan atas. Akibatnya, pembaharuan ini mengarah pada dualisme pemerintahan, yaitu bagian yang dipusatkan pada penghormatan kepada Tenno dan bagian yang mengendalikan kekuasaan secara nyata. Dalam pembaharuan susunan pemerintahan tersebut keluarga Fujiwara Kamatari mencapai kedudukan terkuat dan tertinggi setelah berhasil meruntuhkan keluarga Soga. Hal ini menyebabkan jabatan-jabatan penting harus diduduki oleh keluarga Fujiwara termasuk permaisuri Tenno.

Kelanjutan dari pembaharuan ini adalah pada tahun 710, Hijo dijadikan sebagai ibu kota pusat kegiatan pemerintahan yang tetap dan nama tersebut kemudian dirubah menjadi Nara. Dari nama kota tersebut, periode tahun itu disebut sebagai periode Nara. Pada zaman Nara ini, kedudukan keluarga Fujiwara mencapai puncaknya. Untuk mendapatkan kekuasaan tertinggi dan untuk mempertahankan kedudukannya, keluarga Fujiwara melakukan banyak pemberontakan untuk menyibukkan kaisar dan menyingkirkan anggota keluarga lain dari istana.

Pada periode Nara ini agama Budha mencapai puncak kejayaannya, sehingga disekitar kota banyak dibangun\ kuil untuk tempat beribadah. Perkembangan kemajuan agama budha juga mengakibatkan perubahan kedudukan para pendetanya. Mereka dipandang sangat tinggi dan berpengaruh, sehingga mereka memonopoli semua perkembangan ilmu pengetahuan dan menjadi sangat kaya dengan membuka tempat-tempat belajar di biara tanpa dipungut pajak

Namun, pada tahun 784, timbul masalah di ibu kota karena para pendeta budha mulai mencampuri urusan politik. Hal tersebut kemudian pada masa pemerintahan Kaisar Kanmu, ibukota negara dipindahkan ke Nagaoka. Ibukota tersebut kemudian diberi nama Heian, yang berarti damai atau tenang. Pemindahan ibu kota ke Heian ini, menandai dimulainya suatu zaman baru dalam periode sejarah Jepang yang dinamakan Zaman Heian.

Kedudukan keluarga Fujiwara semakin kokoh pada periode ini, karena para pejabat dan pegawai istana yang sebagian besar keluarga Fujiwara mendapatkan tanah bebas pajak yang disebut Shoen yang kemudian menjadi milik turun temurun. Namun, pajak dibebankan sangat berat kepada para petani yang membuat mereka harus memberikan tanahnya kepada tuan tanah dan kemudian mereka menjadi petani penggarap. Rakyat yang tadinya milik negara kini berlindung dibawah tuan-tuan tanah dan lebih setia kepada tuannya.

Sistem pemerintahan Sessho Kampaku (wali Tenno) yang juga dijalankan oleh keluarga Fujiwara mengakibatkan ketergantungan atas jalinan hubungan antara keluarga Kaisar yang sedang berkuasa dengan keluarga Fujiwara. Namun setelah Kaisar Gosanjo naik tahta kaisar, ia mulai berusaha memperkecil pengaruh keluarga Fujiwara dengan memegang kendali pemerintahan sendiri tanpa menghiraukan Sesshou Kampaku dan mengendalikan pemerintahan yang harus dilanjutkan dari turunannya.

Namun, system ini mengakibatkan kekacauan, karena status keluarga Fujiwara menjadi tersisih. Hal ini mengakibatkan bentrokan antar tuan tanah sehingga hal ini akhirnya melahirkan golongan militerat. Pada awal abad ke-10, ada dua keluarga militerat yang terkuat yaitu keluarga Minamoto (Genji) dan keluarga Taira (Heike) yang mempunyai daerah kekuasaan di Kanto dan Honshu selatan bagian utara.

Sedangkan di ibu kota terjadi perang saudara antara pihak Kaisar yang dibantu oleh keluarga Taira dan pihak keluarga Fujiwara yang dibantu oleh keluarga Minamoto. Perang saudara ini disebut Perang Hogen. Hal ini menyebabkan seluruh keluarga tersebut menjadi snagat berpengaruh dan mempunyai peranann penting. Pada tahun 1156, kedua perang tersebut berakhir dengan ditandai menangnya pihak Kaisar yang dibantu oleh keluarga Taira.

Lalu pada tahun 1157, setelah Taira no Kiyomori mengambil alih kekuasaan, ia diangkat menjadi Perdana Menteri. Dalam menjalankan pemerintahan, Taira no Kiyomori banyak mencontoh cara-cara pemerintahan Fujiwara. Pemerintahan yang dijalankan Kiyomori haus kekuasaan sehinggan menimbulkan kebencian golongan istana dan biara. Kesempatan ini digunakan oleh keluarga Minamoto yang menaruh dendam atas kekalhan keluarganya dengan menyerbu Kyoto dan mengalahkan keluarga Taira untuk selama-lamanya.

Setelah keluarga Taira dimusnahkan, Yoritomo sebagai pemimpin keluarga Minamoto memegang kekuasaan yang sebenarnya. Dalam menjalankan pemerintahannya, Yoritomo menerapkan cara-cara militer dengan cara membedakan antara pemerintahan sipil dan agama yang berpusat di Istana Kaisar dengan pemerintahan militer yang berpusat di Kamakura. Pada tahun 1185 ia mulai meletakkan dasar-dasar pemerintahan militer yang sebenarnya dengan menciptakan jabatan Shugo (Kepala Polisi Provinsi), Jito (Pengawas Pajak dan Tanah Daerah), Inspektur Militer dan Administratur untuk mengurus soal-soal tanah di provinsi. Dengan demikian hak untuk mengawasi negara dan tanah jatuh kepada golongan militerat yang dikenal dengan pemerintahan shogun (bakufu).

Pada tahun 1199, Yoritomo wafat, dan mulai saat itu terjadi keretakan antara keluarga tersebut yang disebabkan oleh keluarga istri Yoritomo, Hojo Masako. Dalam mempertahankan kedudukannya keluarga Hojo banyak meniru politik keluarga Fujiwara. Pada masa pemerintahan Hojo Tokimasa bangsa Mongol menyerbu dan menuntut upeti dari Jepang. Serangan bansa mongol tersebut membawa pengaruh pada pemerintahan di Kamakura yang membuat mereka jatuh miskin.

Pada masa pemerintahan Shogun Yoshimasa, terjadi pertikaian sengit antara antar Hosokawa Katsumoto dan Yamano Sozen sehingga menimbulkan pertempuran hebat. Pertempuran tersebut segera meluas kesemua provinsi dan berlangsung selama sepuluh tahun. Perang saudara tersebut disebut dengan Perang Onin dan masa kemelut itu disebut Senggoku Jidai. Pada zaman Senggoku ini untuk pertama kalinya orang barat datang ke Jepang. Mereka berlabuh di bagian selatan Kyushu Pulau Tanegashima. Mereka datang ke Jepang membawa senjata api sehingga menarik perhatian masyarakat.

BAB II
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PENUTUPAN JEPANG

Kelonggaran Politik Bakufu yang Menyebabkan Agama Kristen Berkembang Pesat.

Sejak Toyotomi Hideyohi berkuasa di Jepang tahun 1573, para pedagang di Jepang mulai memperluas hubungan dagang Jepang dengan luar negeri. Dan keuntungan yang telah dirasakan, terutama dalam kehidupan ekonomi dan perdagangan di dalam negeri. Tindakan Toyotomi Hideyoshi tersebut diikuti oleh Tokugawa Ieyasu yang, yang sadar akan keuntungan dari perdagangan. Karena itu ia mengambil langkah-langkah positif untuk mendorong kemajuan perdagangan, sebagai pemimpin bakufu pada waktu itu. Ia berharap dengan dibukanya hubungan dengan luar negeri, kapal-kapal dagang Jepang akan semakin banyak.

Dengan dorongannya pula, perjalanan ke luar negeri semakin meningkat. Jumlah surat ijin bersegel merah (Shuinjou) yang diberikan kepada pedagang bertambah. Begitu pula kapal-kapal dagang dari luar negeri yang singgah ke Jepang.

Pada tahun 1600, sebuah kapal dagang Belanda terdampar di pelabuhan Bungo di Kyuushuu. Bakufu mengangkat dua awak kapal asing asal Inggris, Williams Adam, dan Belanda, Jan Joosten, sebagai penasehat untuk urusan luar negeri. Sejak saat itu orang- orang Belanda mulai mengunjungi Jepang secara teratur.

Sebagai kelanjutan hubungan antara Jepang dan Belanda, tahun 1605 kongsi dagang Belanda (VOC) mendapat ijin berdagang oleh Shougun, dan mendirikan sebuah pangakalan di Hiraido pada tahun 1609. Perdagangan yang ramai itulah yang mendorong perluasan agama Kristen di Jepang. Para pedagang asing membawa ajaran tersebut dan menyebarkannya melalui kegiatan perdagangan. Sehingga pada tahun 1605 jumlah penganut ajaran tersebut mencapai lebih dari tujuh ratus ribu orang. Diantaranya terdapat juga para Daimyou seperti Otomo Yoshige, Omura Sumitada, dan Arima Hatunobu.

Melihat perkembangan yang begitu pesat, Ieyasu mulai merasa khawatir, karena ajaran tersebut sangat bertolak belakang dengan sistem masyarakat feodal yang sedang berlangsung. Karena ajaran tersebut telah menimbulkan perpecahan di antara rakyat dan melemahkan kesetiaan rakyat terhadap pemimpin-pemimpin negara, terutama terhadap Shougun.

Pemberontakan Shimabara

Akibat kegiatan perdagangan luar negeri yang begitu pesat yang membuat agama Kristen semakin meluas, pada tahun 1606, Tokugawa Ieyasu mengeluarkan peraturan anti Kristen, dan mulai menekan penyebaran agama tersebut dengan melarang orang-orang Kroten berhubungan dagang dengan Jepang. Walaupun perdagangan membawa keuntungan yang sangat besar bagi perekenomian negara tapi Ieyau menyadari ancaman-ancaman yang ditimbulkan oleh agama tersebut, karena sifatnya yang tidak mengakui adanya dewa-dewa Shintou.

Untuk menghindari akibat-akibat yang merugikan pemerintah, sejak tahun 1612 dengan tegas diadakan penindasan terhadap agama Kristen. Bahkan pada tahun 1616, tindakan Ieyasu ini semakin dipertegas oleh penggantinya, Hidetada, dengan melarang semua kapal dagang asing berlabuh ke Jepang, walaupun para pedagang itu telah memiliki izin.

Penindasan-penindasan yang dilakukan pemerintahan, dengan berbagai peraturan untuk memusnahakan hal-hal yang berhubungan dengan Kristen, akhirnya menimbulkan reaksi keras di kalangan masyarakat Kristen, sehingga tahun 1637-1638 mereka mengadakan pemberontakan. Pemberontakan ini dikenal dengan nama Shimabara no Ran, karena sesuai dengan nama tempat kejadiannya. Pelaku sebenarnya pemberontakan ini adalah kaum tani dan sekelompok samurai Kristen yang tidak puas terhadap pemerintah yang semakin keras menekan dalam bidang politik dan ekonomi. Lambat laun gerakan-gerakan Kriten ini berubah menjadi gerakan anti Shougun.

Perintah Penutupan Jepang Terhadap Pengaruh Asing

Bafuku yang semakin mencemaskan meluasnya ajaran agama Kristen dikalangan masyarakat Jepang, makin memperketat pengawasan terhadap semua kegiatan perdagangan, dan merampas perdagangan para Daimyou. Bafuku juga berkampanye bahwa perdagangan dengan orang-orang asing itu tidak berguna dan sangat merugikan. Maka mereka menghentikan perdagangan dan memustukan menutup negaranya dengan sangat ketat.

Perlawanan yang gigih dari kaum Kristiani semakin membuat Shougun memperketat pengawasan, dan karena pertarungan semakin sengit akhirnya perdagangan dengan Spanyol dan Portugis dihentikan sama sekali, dan pada tahun 1639 kantor VOC yang ada di pelabuhan Hiraido dipindahkan ke pulau Deshima di pelabuhan Nagasaki. Bagi kaum Tokugawa, para pedagang asing adalah sumber gangguan keamanan yang sangat membahayakan.

Dengan demikian Nagasaki merupakan satu-satunya pelabuhan yang terbuka untuk perdagangan luar negeri. Namun, perdagangan ini hanya dilakukan dengan pedagang Cina dan Belanda. Saudagar-saudagar Belanda tidak tertarik untuk menyebarkan agama Kristen di Jepang, karena mereka lebih tertarik pada laba yang akan di dapatkan dari perdagangan tersebut, selain itu para pedagang juga tertarik untuk menyebarkan ilmu pengetahuan barat yang lebih maju. Sedangkan pedagang-pedagang Cina diawasi dengan sangat ketat, karena menimbulkan kecurigaan adanya pedagang yang menyelundupkan kitab-kitab nasrani yang telah deterjemahkan dalam bahasa Cina.

Tahun 1640, orang-orang Spanyol kembali berusahan untuk melakukan hubungan perdagangan dengan Jepang, tetapi ditolak keras oleh Bakufu. Bahkan salah seorang utusan dipenggal kepala sebagai bukti keseriusan Bakufu. Penutupan hubungan ini berlangsung pada tahun 1639 – 1854, dan akibatnya adalah :

1. Putusnya hubungan Jepang dengan luar negeri

2. Pesatnya perdagangan dalam negeri

3. Tertinggalnya kemajuan masyarakat

4. Masyarakat feodal berlangsung lama

Terputuslah usaha para pedagang Jepang di luar negeri, dan hidup mereka terkatung-katung bahkan mereka tidak diijinkan untuk kembali ke kampung halaman untuk selamanya. Dalam waktu dua abad lebih, kehidupan bangsa Jepang terisolasi dan terpencil.

Perkembangan-Perkembangan yang Terjadi dalam Masa Penutupan Jepang

Pada masa pemerintahan keluarga Tokugawa, banyak terjadi perubahan yang mengakibatkan kehidupan masa itu menjadi dinamis. Salah satunya adalah pembagian golongan masyarakat. Masyarakat dibagi kedalam empat golongan yaitu

1. Shi (Bushi) golongan militer

2. Nou (Noumin) golongan petani

3. Kou (Shoukuin) golongan pekerja

4. Shou (shounin) golongan pedagang

Dan persentase perbandingan untuk setiap golongan sebagai berikut

1. Shi = 6%

2. Nou = 80%

3. Kou = 10%

4. Tennou = 4%

Melihat jumlah perbandingan, golongan samurai merupakan golongan yang terkecil, tetapi pada kenyataannya mereka kaum terkuat dan tertinggi. Politik yang dijalankan pemerintahan ternyata berhasil menciptakan perdamaian mutlak. Kekacauan yang timbul kini telah berakhir. Sistem Tokugawa sukses membuat Jepang sebagai negara kesatuan.

Semakin lama bangsa Jepang semakin maju. Negara memajukan pertanian dan mengambil alih pekerjaan irigas. Pemilik tanah pertanian semakin banyak. Masa penutupan yang dilakukan Tokugawa memungkinkan Jepang untuk mengembangkan warisan kebudayaan mereka. Misalnya, hasl karya golongan militer dan pedagang kota yang paling terkenal masa itu ialah Upacara Minum Teh (Cha no yu), yaitu uapacara militerat untuk mengimbangi kehidupan keras mereka yang berat dan penuh tantangan.

Faktor lainnya adalah untuk menirukan kebiasaan kaum pendeta Zen, yang biasa dilakuan pada zaman Kamakura (zaman kemakmuran pada tahun 1192-1333). Akibat dari upacara ini muncul kesenian lain, yaitu seni keramik. Seni ini berkembang di kalangan masyarakat petani dan pekerja, sebab kelompok inilah yang bertugas menyediakan peralatan minum teh kaum Bushi.Kesenian ini mendapat pengaruh dari dinasti Sung di Cina. Kesenian lain yang muncul adalah ikebana, yaitu seni merangkai bunga.

Pada masa ini, muncul pula seni tari dan drama dari kalangan masyarakat pedagang kota yang disebut Kabuki, yaitu tarian yang dimainkan oleh kaum wanita dengan mengenakan pakaian yang mewah. Kesenian ini lahir Karena pengaruh kehidupan kaum pedagang yang keras, menghasilkan banyak uang dan cinta keluarga. Namun akhirnya kesenian ini dilarang dimainkan oleh wanita, karena membuat keributan antara pria yang berebut kekasih. Kini kabuki dimainkan oleh pria.

Disamping berkembangnya kesenian, berkembang pula cabang ilmu pegetahuan baru, yaitu pengetahuan bangsa (kokugaku) dan ilmu pengetahuan Belanda (rangaku). Pengetahuan bangsa ini timbul dikalanga orang biasa, kegiatan mereka adalah melakukan penelitian terhadap puisi Jepang yang kemudian melahirkan karya Genji Monogatari, Kojiki, dan Haiku. Sedangkan ilmu pengetahuan Belada yaitu ilmu yang digali dari buku-buku dan ensiklopedi bahasa Belanda yang diperoleh dari kegiatan perdagangan di Nagasaki.

Masa senggang yang semakin panjag mengubah jalan piker rakyat Jepang. Shintou sebagai agama kuno diperbaharui dan dihargai sebagai agama nenek moyang. Agama Budha walau diakui sebagai agama negara namun pengikutnya menganggap asing agama tersebut karena bersala dari luar.

BAB III
PEMBUKAAN KEMBALI JEPANG DAN RUNTUHNYA PEMERINTAH SHOGUN

Politik Pembukaan Negara (Kaikoku)

Desakan Bangsa Asing

Bangsa pertama yang membuka Jepang adalah Rusia. Pada tahun 1792 Rusia mengajukan usul resmi membuka hubungan dagang antara kedua Negara. Namun, usul itu ditolak. Pengusiran Rusia oleh Jepang yang terjadi dua kali menyebabkan Rusia menggunakan kekuatan militernya untuk menyerang wilayah bagian utara Jepang. Tindakan pemerintah Rusia ini ditiru oleh Inggris, tetapi gagal.

Pada tahun 1844 Raja Belanda Williem II mengirim surat pada Shogun Tokugawa. Dia memperingatkan pemerintah Jepang bahwa lalu lintas dunia yang sangat ramai tidak memungkinkan Jepang untuk menutup diri selama-lamanya.

Perancis pun tidak mau ketinggalan. Perancis menghasut penduduk pulau Ryukyu supaya mau berlindung di bawah sayap Perancis sebagai tindakan penjagaan terhadap orang Inggris. Berulang kali Negara barat mencoba membuka pintu dan melakukan kerja sama dalam berbagai bidang, terutama perdagangan. Akan tetapi pemerintah Jepang tetap teguh pendirian mengingat pengalaman pahit dalam berhubungan dagang dengan dunia luar.

Tidak ketinggalan Negara yang besar, maju, dan kuat, yaitu Amerika, juga berusaha untuk membuka Jepang. Pada tahun 1837 kapal Amerika “The Morrison” bertolak dari Macao menuju Jepang, tetapi di Nagasaki kapal ini disambut dengan tembakan-tembakan tentara Jepang. Selanjutnya pada tahun 1853 Commodore Perry, Komanden Skuadron Hindia Timur memasuki pelabuhan Uraga, membawa surat resmi dari Presiden Amerika Serikat yang menyatakan ingin mengadakan hubungan dengan Jepang. Pemerintah feudal Jepang meminta waktu satu tahun untuk mempertimbangkan hal tersebut.

Tahun berikutnya Perry kembali meminta jawaban, pemerintah tidak dapat berbuat apa-apa karena ancaman kekuatan meriam dan akhirnya menyerah.

Pada tahun 1854 Perry berhasil mengadakan perjanjian persahabatan antara Amerika Serikat dengan Jepang di Kanagawa, yang dikenal dengan nama Perjanjian Kanagawa.

Perjanjian-perjanjian yang serupa diadakan pula dengan Inggris, Perancis, Belanda, dan Rusia. Dengan demikian pintu Negara Jepang yang tertutup selama lebih dari dua setengah abad, kini telah dibuka untuk hubungan dengan luar, terutama dalam bidang perdagangan.

Masuknya Pengaruh Asing

Cara berpakaian orang Jepang dewasa ini sudah banyak meniru cara berpakaian orang-orang Barat yang dinilainya lebih praktis. Pakaian tradisional Jepang mulai ditinggalkan dan diganti dengan gaya pakaian Barat. Sikap dan cara berpikir mereka pun sudah dipengaruhi oleh caa berpikir orang-orang Barat.

Dilain pihak, kebudayaan yang dibawa para pedagang yang datang ke Jepang juga mempengaruhi pula kebijaksanaan ekonomi Jepang. Orang jepang menganggap bahwa kebudayaan mereka jauh tertinggal dibandingkan dengan kebudayaan Barat. Sifat kebudayaan Eropa yang praktis dan mudah digunakan serta dibuat, ternyata mampu menarik minat orang-orang Jepang.

Runtuhnya Pemerintahan Feodal

Sistem pembagian kasta-kasta pekerjaan yang didasarkan atas kelahiran individu yang tidak diubah, meskipun dalam status apapun. Pada mulanya system ini berjalan dengan baik sebagai alat pembeda status ekonomi, poliyik dan sosial untuk memelihara keamanan dan ketentraman. Namun, tidak bertahan lama. Keamanan dan ketentraman menyebabkan kaum militer tidak terlatih dan terlalu sering melakukan tugas-tugas lain, sehingga pembiayaan angkatan perang dianggap tidak berguna. Hal ini membuat kalangan Samurai kehilangan pamornya dan tidak berfungsi lagi sebagaimana mestinya.

Dengan munculnya kaum intelek, kesadaran makin berkembang lebih cepat dari sebelumnya. Semua itu menumbuhkan kekuatan-kekuatan yang tidak bisa dibendung yang pada akhirnya mendorong jatuhnya pemerintahan feudal. Kejadian in dipercepat dengan datangnya Commodore perry pada tahun 1853

Runtuhnya sistem pemerintahan feudal diakibatkan oleh masuknya orang-orang asing dan pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok yang tidak puas terhadap politik luar negri Shogun.

BAB IV
MENUJU NEGARA MODERN

Pembaharuan Jepang Menjadi Negara Modern

Dasar-dasar untuk mencapai modernisasi sudah ditanamkan selama zaman Tokugawa yang berlangsung kira-kira dua setengah abad lamanya. Karena selama masa itu rakyat Jepang telah ditempa dalam persatuan dan kebiasaan patuh kepada pemimpin dengan kerelaannya untuk mengorbankan diri. Kepatuhan tersebut akhirnya menjelma dalam bentuk cita-cita nasional dengan kesetiaan kepada Tenno dan cinta tanah air. Semangat Bushido yang dijadikan pegangan hidup oleh golongan samurai telah menjadi semangat bersama yang dijunjung tinggi, untuk mendorong tercapainya cita-cita pembentukan masyarakat modern.

Dalam pembaharuan tersebut ada satu tokoh yang memegang peranan sebagai pusat dalam usaha-isaha pembaharuan tersebut, yaitu Tenno Meiji. Jepang berusaha dengan segala daya untuk membangun agar setarap dengan dunia barat dn mencapai posisi agar mendapat tempat dan batas hukum internasional. Serta berusaha untuk dapat menyesuaikan diri dengan ta-krama Barat. Untuk kepentingan tersebut, pemerintah segera mengadakan perubahan dengan mencontoh dunia Barat. Karena itu, dianggap perlu adanya orang asing di Jepang dan diadakan midifikasi dalam adat kebiasaan yang tidak sesuai dengan adat kebiasaan Barat.

Pemebentukan Sistem Pemerintahan Baru

Pada tahun 1863, pemerintah mengadakan perubahan bentuk pemerintahan dengan membentuk sistem pengganti pemerintahan Bakufu. Pemerintahan baru ini dikepalai sendiri oleh Tenno dan dibantu oleh tiga badan penasihat. Tetapi dalam tahun itu juga corak pemerintahan tersebut dirubah kembali dan tiga badan penasihat yang telah ada dilebur menjadi satu Badan bernama Dai-jou-kan ( Majelis Musyawarah) yang terdiri dari dua dewan, dewan negara dan dewan perwakilan feodal. Kemudian pada tanggal 6 Arpil 1868, Kaisar mengumumkan Go-kajou no Go Seimon (Piagam Sumpah Lima Pasal) kepada bangsawan, Daimyou, dan para pejabat berkumpul di istana Kyouto. Dokumen itu membentuk prinsip-prinsip dasar pemerintahan yang kuat untuk memodernisasi dan meniru Barat jampir setiap aspek penting kehidupan nasional.

Piagam ini merupakan dasar perubahan yang dipengaruhi oleh pemikiran demokratis Youkou Sounai, liberalisme aliran Tosa, dan gagasan anti feodal dari Kido Takayoshi. Selanjutnya piagam tersebut diikuti oleh pengumuman pembentukan struktur pemerintahan baru yang mengikuti pola-pola pemerintahan Amerika. Piagam Sumpah Lima Pasal ini merupakan konsitusi pertama Jepang modern, yang merubah seluruh bentuk pemerintahan pada saat itu. Tetapi pada hakekatnya bentuk pemerintahan Jepang yang berdsarkan piagam tersebut adalah mencontoh corak pemerintahan yang ditetapkan dalam tahun 701, yang mencontoh Tiongkok.

Pada bulan november tahun 1868, pemerintah juga merubah nama Edo menjadi Tokyo, dan kemudian menjadikannya sebagai ibukota negara Jepang. selanjutnya tahun 1869 mengambil tindakan-tindakan untuk mengubur sistem feodal dengan menghapus kekuasaan dan hak-hak istimewa daimyo. Kemudian pada tahun 1871 Kaisar memanggil kepala-kepala daerah dan mngumumkan penetapan propinsi (Ken) sebagai pengganti daerah para bekas daimyou. Penghapusan ini merupakan langkah yang perlu dilaksanakan dalam rangka modernisasi.

Untuk melaksanakan negara yang modern, organisasi militer yang efisien merupakan kebutuhan yang mutlak. Pemerintahpun memperkuat militer dengan mengambil alih fasilitas pembuat persenjataan den penggunaannya untuk industri perang. Kemudia tahun 1873, pemerintah memperlakukan wajib militer umum untuk menggantikan pola lama yang didasarkan atas kelas bagi dinas militer. Disamping itu, pemerintah juga mengirim utusan bernama Yamagata Aritomo ke Perancis dan Prusia untuk mempelajari organisasi militer modern menurut model Barat.

Pada tahun 1867 golongan samurai dilarang memakai gelung rambut, dan membawa kedua pedangnya yang merupakan lambang status mereka. Gaju mereka juga dikurangi, akibatnya mereka terpaksa mencari kerjaan baru dan mulai membaur dengan golongan-golongan lain yang pada mulanya dianggap rendah. Dengan lenyapnya sistem pemerinthan daerah (Han), para samurai kehilangan kedudukannya sebagai kelas militerat.

Dalam usaha memurnikan Shinto pemerintah menekankan pentingnya agama Shinto Asli dari aliran Hirata Atsutane dan menolak perpduan lama antara Shinto dan Budah ryoubu shinto. Dalam usaha menigkatkan industri swasta, pemerintah membangun industri-industri baru, dan penciptaan kesempatan kerja.

Perubahan ekonomi dan sosial yang dilakukan oleh pemerintah secara drastis, mengakibatkan terjadinya suatu pemberontakan. Karena perubahan yang dirasakan sangat mengganggu cara hidup mereka yang terbiasa dengan kehidupan lama. Sampai tahun 1877 sudah tercata 200 pemberontakan petani, namun bagi penguasa militer hal ini tidak menjadi masalah besar, bila dibandingkan perlawanan para bekas samurai. Pada tahun 1877 ini merupakan pemberontakan yang paling hebat. Tetapi pada akhrinya dapat dipadamkan berkata sistem tentara modern yang menunjukan bahwa pemerintahan yang baru ini aman dari tantangan militer didalam negeri.

Peninjauan Kembali Perjanjian dengan Luar Negri

Peninjauan kembali perjanjian luar negri ini terjadi karena Jepang merasakan betapa besarnya tekanan internasional yang dialamninya. Karena itu Jepang menjelaskan sikapnya tentang apa yang dinamakan Politik Terbuka dan persahabatan. Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah Jepang terus menerus membujuk bangsa asing agar mereka mau merubah perjanjian tersebut. Berkat usaha yang tak henti-hentinya, akhirnya pada tahun 1878 Amerika menyetujuji peraturan Jepang mengenai tarif bea dan pelayaran-pelayarn di pantai, dengan syarat bahwa negara-negara lain pun harus menyetujui.

Disamping itu, sistem kehakiman dan prosedur peradilan Jepang dirubah serta disesuaikan dengan sistem Barat. Pada tahun 1888 Meksiko mengakui Yuridiksi (undang-undang hukum) Jepang terhadap warga negara Meksiko. Pada tahun 1894 Jepang berusaha mempengaruhi Inggris untuk menyetujui perubahan perjanjian, dan usaha ini berhasil

Dengan demikian maka yuridiksi Jepang di negri sendiri mulai diakui dengan sempurna. Saat itulah Jepang mulai melangkahkan kakinya yang pertama dalam peraturan politik internasional dan dengan cepat tumbuh menjadi negara modern.

Pembangunan Jepang Modern

Permulaan Pemerintahan Konstitusional


Sementara perbaikan dalam lapangan ekonomi dan prasarana dilakukan dengan giat, aspek lain dari kebidayaan Barat pun mulai muncul dalam kehidupan bangsa Jepang. pada tahun 1881, banyaknya tuntutan yang gencar dilancarkan, pemerintah mengumumkan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat akan dibentuk dan Undang-Undang Dasar akan disusun pada tahun 1890. Dalam tahun 1889, Ito, pengamat yang tertarik dengan sistem pemerintahan Jerman, menyelesaikan rancangan undang-undang tersebut pada 11 februari 1889, dan diumumkan oleh Kaisar.

Tetapi dipandang dari demokrasi Barat, undang-undang tersebut tidak memmuaskan, karena dalam undang-undang tersebut kaisar dan para penasihatnya tetap menguasai “otokrasi”. Disamping itu pembentukan Dewan penasihat untuk Tenno yang terdiri dari negarawan sespuh (genro), menunjukan bahwa pemerintah dikuasai oleh Oligarki. Pada tahun 1890, pemerintah berhasil membuat “Undang-Undang Negara Kekaisaran Jepang Raya” (Dai Nippon Teikoku Kenpo). Dalam undang-undang tersebut ditetapkan bahwa kabinet merupakan Badan yang bertanggung jawab kepada Tenno.

Pembukaan Peradaban

Dengan diahpuskannya sistem kedudukan dalam masyarakat fedoal pada tahun 189, pemerintah menetapkan peraturan baru yang mengatur kedudukan dalam masyarakat yang membagi menjadi tiga golonga. Tetapi pembagian golongan ini masih menunjukan sistem feodal. Untuk mengangkat derajat rakyat jelata, pada tahun 1871 pemerintah mengijinkan rakyat untuk menggunakan nama keluarga dan memakai pakain yang dahulu hanya digunakan oleh golongan samurai. Bahkan diperbolehkan bergaul dengan kaum bangsawan. Maka perbedaan kedudukan yang berdasarkan atas pekerjaan telah lenyap, dan rakyat dapat turut serta dalam memajukan pembangunan ekonomo maupun politik. Perkawinan antar golonganpun diizinkan. Ini berarti pembagian golonganpun berakhir.

Modernisasi Pola Kehidupan

Untuk mempercepat modernisasi kehidupan nasional, secara serentak pemerintah mengambil langkah-langkah positif untuk mendorong adat kebiasaan Barat, terutama mendorong kemajuan.tetapi pemekaran Bunmei Kaika yang dialami masyarakat Jepang telah menunjukan suatu gejala buruk. Orang Jepang banyak meniru segala sesuatu dari Jepang untuk gagah-gagahan belaka. Akibatnya para pemimpin Jepang mulai meninjau kembali proses-pembaratan ini dan mulai menanamkan kebanggan terhadap kebudayaan Jepang asli, untuk membentuk dasar bagi jiwa seluruh bangsa Jepang guna menjadi bangsa yang modern.

Pemerataan Pendidikan

Bersamaan dengan proses modernisasi, pemerintah mulai memberikan perhatian terhadap pendidikan rakyat, karena pendidikan mempunyai dasar yang baik untuk mendorong kemajuan, dan berpaling ke arah gagasan-gagasan Barat dalam pencarian mereka akan westernisasi dan modernisasi.

Pendidikan periode Meiji ini banyak meniru sistem Barat. Cabang-cabang pengetahuan yang dapat memperkokoh landasan-landasan nasional baru banyak menarik perhatian Jepang.

Pakaian

Akibat dari pemujaan segala dari Barat yang fanatik, maka usaha-usaha untuk menggunakan kostum Barat mulai disebarluaskan. Sejak awal zaman Meiji, pegawai pemerintahan pun mulai memakai pakaian Eropa, kemudian Kaisar dan para pembantunya menetapkan undang-undang bahwa pangkat, topi, maupun pakaian seragam digunakan kostum ala Eropa.

Telekomunikasi

Pada tahun 1871, pemerintah mengumumkan untuk membangun fasilitas-fasilitas pengumpulan surat dan penjualan benda pos sepanjang jalan raya Tokaido. Pada tahun 1873 pemerintah mengambil alih dinas pos yang dikelola swasta dan mengadakan hubungan-hubungan pos dengan negara asing. Kemudian diikuti dengan pemasangan kabel telegraf antara Tokyo dan Yokohama. Dengan itupun, telegraf internasionalpun dibuka. Hubungan telepon percobaan diadakan anatar Tokyo dan Yokohama pada tahun 1877, sebelas tahun setelah Graham Bell menemukannya.

Alat-alat telekomunikasi tersebut terbukti sangat besar manfaatnya dalam usaha untuk memacu pembangunan yang dicita-citakan bangsa Jepang. karena itu pemerintah terus mengembangkan dinas-dinas telekomunikasi tersebut.

You Might Also Like

1 komentar

Hii All.. Thanks for visiting my blog.. Please leave your comment and connect each other.. Thankyou ^.^