Japan Culture

HAIKU DAN HAIKAI

19.41.00



A. Haiku 

Haiku adalah salah satu bentuk puisi tradsional Jepang yang paling penting. Haiku adalah sajak terikat yang memiliki 17 silaba/sukukata terbagi dalam tiga baris dengan tiap baris terdiri dari 5, 7, dan 5 sukukata. Sejak awalnya, sering muncul kebingungan antara istilah Haiku, Hokku dan Haikai (Haikai no Renga). Hokku adalah sajak pembuka dari sebuah rangkaian sajak-sajak yang disebut Haikai no Renga. Hokku menentukan warna dan rasa dari keseluruhan rantai Haikai itu, sehingga menjadi penting, dan tak jarang seorang penyair hanya membuat hokku tanpa harus menulis rantai sajak lanjutannya. 

Istilah Haiku baru muncul 1890an, diperkenalkan oleh Masaoka Shiki. Haiku boleh dibilang pembebasan Hokku dari rantai Haikai. Haiku bisa berdiri sendiri, sudah utuh pada dirinya tanpa tergantung pada rantai sajak yang lebih panjang. Tokoh lain dalam reformasi Haiku ini adalah Kawahigashi Hekigoto yang mengajukan dua proposisi: 

1. Haiku akan lebih jujur terhadap realitas jika tidak ada "center of interest" (pusat kepentingan, fokus perhatian) di dalamnya 

2. Pentingnya impresi penyair pada hal-hal yang diambil dari kehidupan sehari-hari dan warna-warna lokal (ini tidak jauh berbeda dari kaidah hokku, TSP) 

Singkatnya, sejarah haiku muncul baru pada penggal terakhir abad ke-19. Sajak-sajak yang terkenal dari para empu jaman Edo (1600-1868) seperti Basho, Yosa Buson, dan Kobayashi Issa seharusnya dilihat sebagai hokku dan harus diletakkan dalam konteks sejarah haikai meski pada umumnya sajak-sajak mereka itu sekarang sering dibaca sebagai haiku yang berdiri sendiri. Ada juga yang menyebut Hokku sebagai "Haiku klasik", dan Haiku sebagai "Haiku modern". 

Haiku tidak memiliki rima/persajakan (rhyme). Dalam bahasa Jepang, kaidah-kaidah penulisan haiku sudah pakem dan harus diikuti. 

Haiku juga mengharuskan adanya "kigo" atau "kata (penunjuk) musim", misalnya kata "salju" (musim dingin), "kuntum bunga" (musim semi), sebagai penanda waktu/musim saat haiku tersebut ditulis. 

Haiku merupakan hasil pengembangan dari cikal bakalnya yaitu hokku, lalu haikai. Secara terbatas dapat dikatakan bahwa haiku baru mulai pada tahun-tahun terakhir Edo (1600-1868) karya para masters seperti Matsuo Basho (1644-94) , Yosa Buson (1716-84), dan Kobayashi Issha (1763-1827). 

Matsuo Basho adalah pujangga Haiku paling terkenal,seorang pengamat terbesar dari 'benda dan hal',beliau pernah berkata, "Sebuah puisi haiku yang mengungkapkan 70-80% dari subyeknya adalah bagus. Jadi haiku bukanlah apa yang dikatakan melainkan apa yang disiratkan dan ditimbulkan. Kekuatan dan keindahannya terletak pada kemampuan untuk mengungkapkan intisari dari apa yang digubah dalam tiga baris. dalam menggubah haiku tidak digunakan kata sifat(adjetiva) yang berlebihan seperti'sepi','terasing',dan lain-lain. 

Contoh Haiku: 

Furuike ya 
 (Di kolam tua) 

Kawazu tobikomu 
(Katak melompat masuk) 

Mizu no oto 
 (Air berbunyi) 


B. Haikai 

Ketika memasuki zaman edo, haikai berkembang sangat pesat karena sesuai dengan selera rakyat. Haikai aliran teimon, merupakan kumpulan karya murid-murid Teitoku. Aliran ini membosankan dan timbullah aliran Danrin. Pembentukan syair dalam aliran ini isinya aneh dan pengungkapannya bersifat sangat bebas sehingga mengalami kemusnahan. Kemudian Onitsura mencoba memusatkan mengembangkan pantun-pantun berbahasa lisan yang sederhana sifatnya. 

Bashoo menaruh perhatian pada gubahan-gubahan Matsunaga Teitoku dan terbentuknya gubahan sendiri yang bersifat sunyi, sepi, tapi mulia. Haikai aliran Bashoo terkumpul sebanyak 7 jilid kumpulan pantun Bashoo. Haikai bashoo berakar sangat mendalam pada wataknya sendiri, maka sukar bagi murid-muridnya untuk mencapai tingkatan seperti yang telah dicapainya. Mereka hanya berpegang pada prinsip-prinsip dasar Bashoo dan masing-masing mengembangkan bakatnya serta aliran sendiri. 

Pada zaman Tenmei terjadi gerakan yang berusaha membangkitkan kembali haikai ala Bashoo. Selama gerakan ini berlangsung, banyak penyair bermutu yang mengembangkan variasinya sendiri-sendiri. Yosa Buson sebagai penyair dan pelukis kelas satu, variasi pantunnya memberi kesan yang bersifat lukisan kepada orang yang membacanya. Pantun haikai Bashoo bersifat subyektif, pantun haikai Yosa Buson bersifat obyektif. 

Memasuki zaman Bunka (1804-1818) dan Bunsei (1818-1829) penyebaran haikai makin meluas. Dari segi kuantitas jumlahnya sangat banyak, namun dari segi kualitas, haikai pada waktu ini menurun. Namun yang paling menonjol dari zaman ini adalah Kobayashi Issa. Ia memasukkan unsur kehidupan sehari-hari ke dalam gubahannya, sehingga haikai yang diciptakannya penuh dengan penggambaran tentang manusia. Demikianlah haikai berkembang dari zaman ke zaman, makin lama makin populer, sampai akhirnya menjadi kesusastraan rakyat dan tersebar di seluruh negeri Jepang. 

C. Kesimpulan 

Haiku adalah sajak terikat yang memiliki 17 silaba/sukukata terbagi dalam tiga baris dengan tiap baris terdiri dari 5, 7, dan 5 sukukata. Sejak awalnya, sering muncul kebingungan antara istilah Haiku, Hokku dan Haikai (Haikai no Renga). Hokku adalah sajak pembuka dari sebuah rangkaian sajak-sajak yang disebut Haikai no Renga. Hokku menentukan warna dan rasa dari keseluruhan rantai Haikai itu, sehingga menjadi penting, dan tak jarang seorang penyair hanya membuat hokku tanpa harus menulis rantai sajak lanjutannya. 


Sumber Referensi 

Buku Sejarah Kesusastraan Jepang (Nihon Bungakushi) oleh Isoji Asoo dkk. 

http://www.toyomasu.com/haiku di unduh pada Selasa, 25 September 2012, Jam 17.56 WIB.

You Might Also Like

0 komentar

Hii All.. Thanks for visiting my blog.. Please leave your comment and connect each other.. Thankyou ^.^