BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebelum zaman Meiji dimulai dan sebelum restorasinya
bergejolak, Jepang mengalami masa-masa penutupan yang panjang, kurang lebih
selama dua abad. Dan selama masa penutupan tersebut kapal-kapal dagang di
Jepang dihentikan pelayarannya ke luar negeri. Namun hanya Belanda sebagai satu-satunya
orang Barat yang memiliki hak istimewa untuk melakukan perniagaannya di Jepang.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah yang diutarakan yaitu:
1.
Bagaimana
prosesnya bangkitnya Kapal-kapal Jepang?
2.
Bagaimana
prosesnya Kapal-kapal dagang tersebut akhirnya mengelilingi dunia?
3.
Bagaimana kondisi kapal-kapal Belanda dan JCJL di Jepang?
1.3 Tujuan
Tujuan
dari makalah ini adalah agar mahasiswa yang mempelajari sejarah dan kebudayan bangsa
Jepang dalam dunia perkapalan dan
perdagangan. Untuk mengetahui hubungan antar Jepang dan negara-negara Amerika
dan Eropa serta hubungan pelayaran Jepang dengan Nusantara.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Bangkitnya (Kembali) Kapal-Kapal
Jepang
Pintu
tertutup Jepang akhirnya terbuka setelah mendapatkan ancaman dari Amerika
Serikat dengan cara mendatangkan kapal-kapal canggih mereka. Pada 24 November
1852 armada Amerika mengirim armadanya di bawah komando Perry. 3 Juli 1853
mereka menerobos masuk ke Teluk Yokohama.
Kedatangan mereka membuat panic
Edo saat itu. Tanggal 31 Maret 1854 Perry berhasil membuat perjanjian dengan
pemerintah Jepang yang dikenal dengan perjanjian Kanagawa. Melalui perjanjian tersebit Jepang megizinkan kapal-kapal
asing memasuki pelabuhan Jepang yaitu Nagasaki, Shimoda, dan Hakodate. Hal ini juga diikuti oleh
beberapa negara Eropa seperti Inggris, Rusia dan Belanda.
Pada dasawarsa 1850-an Jepang bertekik
lutut terhadap barat, hal ini disebakan Show of Force dari kapal-kapal canggih
milik Amerika Serikat tahun 1853 khususnya dan kekuatan armada laut yang
dimiliki barat pada umunya. Jepang memang tidak berdaya menghadapi berbgai
gertakan dan ancaman yang dilontarkan Amerika Serikat, Inggris, dan Rusia.
Jepang tidak memiliki kemampuan untuk menghadapi kapal-kapal dan persenjataan
canggih yang dimiliki oleh negara-negara adidaya tersebut.
Terinspirasi oleh ilmuwan Hayashi dan
Sakuma, pembuatan kapal (niaga dan perang) memang menjadi sebuah prioritas bagi
pemerintahan Jepang dalam era Meiji. Besarnya jumlah kapal antar samudra dan
antar pulau serta kecanggihan teknologi navigasinya, menempatkan Jepang sebagai
sebuah negara yang handal dalam dunia maritim timur pada petengahan millennium
kedua. Dalam waktu yang relative singkat, hingga akhir 1870-an, jumlah kapal
baru yang dimiliki dan fioperasikan Jepang bertambah dengan signifikan.
Respon dari keinginan pemerintah menyebabkan
munculnya dua perusahan kapal: pertama, perusahaan yang didirikan dan
dioperasikan oleh pemerintah dan kedua, perusahaan yang dimiliki dan dijalankan
oleh pihak swasta. Perusahaan yang didirikan pemerintah berdiri pada tahun 1870
yang dinamai Kaisho Kaisha. Perusahan kapal ini melayani
pelayaran antarkota pantai di Jepang, terutama Tokyo dan Osaka. Namun,
perusahan ini hanya bertahan satu tahun dan diambil alih oleh Kaiso Toriatsukaisha Jo. Dan perusahan
inipun hanya bertaha satu tahun dan diambil alih oleh Nippon-koku Yubin Jokisen Kaisha. Kegagala tersebut disebabkan oleh
armada yang tidak komunis, pelaut dan teknisinya yang miskin pengalaman dan
manajemen perusahaan yang belu tertata dengan baik.
Mitsubishi
Shokai merupakan perusahan kapal milik Yataro Iwasaki yang
memiliki amanah untuk menjalankan perusahaan kapal. Perusahaan tersebut mulai
besar. Kemudian mengeluarka “Kebijakan politik perkapalan nasional” yang isnya,
pertama, perusahan kapal sepenuhnya dijalankan oleh pihak swasta, kedua
perusahan diawasi oleh negara, ketiga diberikan bantuan dan subsidi setiap
kapal yang melalui rute tertentu. Realisasi dari kebijkan tersebut dengan
menggabungkan dua perusahan nipponkoku
yubun jokisen kaisha dengan tsubishi
kaisha yang menjadi yubin kisen Mitsubishi kaisha.
Kemudian tahun 1882 berdiri sebyuah
perusahaan baru yang bernama Kyodo Kaisha.
Kemudian pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 Nippon Yusen Kaisha, Osaka hosen Kaisha dan Toyo Kisen merupakan perusahan raksasa Jepang. detil dan
kompleksnya dinamika perkembangan perusahaan perkapalan Jepang terlihat dari
sejarah masing-masing kelompok perusahaan. Masing-masing kelompok perusahaan
ternyata tumbuh dan berkembang dari sejumlah perusahaan yang jatuh bangun, yang
berganti marger. Proses iilah yang menyebkan perkapalan ini menjadi sejarah
maritime dunia.
Kemajuan yang dialami perusahaan
tersebut seiring dengan kemajuan lapangan industriperkapalan. Hal ini terbukti sejak
zaman shogun Jepang telah membangun beberapa galangan kapal. Ada dua tipe
pengglangan kapal pada masa Meiji yaitu galangan kapal milik pemerintah dan milik swasta.
Modernisasi perkapalan dilakukan dengan
penggantian material kapal dari kayu menjadi besi, lalu menadi baja. Modernisas
juga dilakukan pada ukuran kapal yang menjadi lebih besar. Akhirnya, galangan
kapal menjadi aspek maritime yang penting di Jepang. galangan kapal menjadi sebuah industry denan
kekuatan yang tangguh, tidak hanya kewkayan financial, tetapi juga kemajuan
ekonomi, perdagangan, politik serta militer.
2.2
Kapal-Kapal Jepang Mengelilingi Dunia
Pada hari-hari pertama era Meiji banyak orang Jepang
meinginkan kapal-kapal mereka mengaryungi lautan luas dan mengunjungi negri
lain diberbagai penjuru dunia. Keinginan
tersebut difaktorkan karena, pertama di masa lampau kapal-kapal Jepang pernah
berlayar jauh ke luar negri, mengunjungi negri-negri di kawasan pantai China
dabn semenanjung Korea, serta mengunjungi kawasan selatan sampai ke Filipina
dan Nusantara. Kedua, karena keterlibnatan Jepang dalam dunia perkapalanm pada
era Meiji menunjukkan perkembangan yang pesat, yang di tandai dengan
peningkatan jumlah dan kualitas kapal yang mereka miliki. Ketiga, semakin
banyaknya orang Jepang pergi ke luar negri sehingga semakin banyaknya komoditas
produksi Jepang yang dikirim ke luar negri serta semakin orang asing yang
datang sehingga semakin banyak barang luar negri yang di bawa ke Jepoang.
Perusahan Mitsubishi
paada tanggal 3 Februari 1875 membuka rute internasional yang pertama yang
menghubungkan Yokohama dengan Sanghai, dikenal dengan Sanghai Line. Kemudian
rute Korea (Pusan) dari Nagasaki. Setelah pembukaan rute ini, Mitsubishi lansung mendapat tantangan
dari perusahaan Amerika yang telah terlebih dahulu mengisi rute tersebut.
Akibatnya terjadi perang, sehingga Mitsubishi
diharuskan membeli kapal-kapal dan berbagai fasilitas pelabuhan milik
perusahaan itu.
Tahun 1876 perusahaan ini mendapat tambahan 11 kapal yang
dipersiapkan untuk kampanye militer ke Korea, sehingga menyebakan Mitsubishi membuka pelayanan antara
Nagasaki dan Pusan. Rute selanjutnya antara Kobe dengan Bombay. Pembukaan rute
ini dilatarbelakangi oleh keinginan Jepang untuk mengimpor bahan baku pembuatan
kain (tekstil). Sukses melayani rute Kobe Bombay, membuat Jepang ingin berlayar
lebih jauh lagi. Untuk itu, ada tiga rute yang dibuka yakni ke kawasan Eropa,
Amerika dan Australia.
2.3
Kapal –Kapal India Belanda dan JCJL Masuk Jepang
Setelah bangkrutnya VOC, dan diambilalihnya daerah
jajahan perusahaan dagang oleh pemerintah Hindia-Belanda maka hak istimewa yang
diberikan pada kompeni itu, melakukan aktivitas niaga di Nagasaki juga
diserahkan pada pemerintah Hindia-Belanda. Berbeda dengan era VOC, pemerintah
Hindia-Belanda tidak begitu mengandalkan pos Nagasaki sebagai pusat niaganya di
Timur Jauh. Aktivitas niaga, mulai kembali pada tahun 1820-an, terutama setelah
pemerintah Belanda serta Hindia-Belanda menyerahkan secara defacto kegiatan perdagangan di nusantara kepada Nederland Handel Maatschappij (NHM).
Kegiatan dagang orang Belanda di Cina relative bergairah
karena dunia niaga Tiongkok lebih terbuka. Hal ini disebabkan karena terbukanya
empat pelabuhan utama Cina bagi bangsa barat yakni; Canton, Amoy, Foe-tsou, Ningpo dan Shanghai.
Walaupun Belanda mempunyai hak istimewa sebagai
satu-satunya orang Barat yang berniaga di Jepang, namun aktifitas perniagaan
tersebut masih dalam batas penjagaan yang ketat. Kapal-kapal NHM dikirim sekali
setahun ke Nagasaki menunjukkan bahwa Belanda masih mempunyai kantor dagang
disana.
Pengusaha perkapalan Belanda tidak begitu ngotot untuk
masuk dalam dunia dan perkapalan Jepang selepas Jepang mengakhiri politik
isolasinya. Ketika Amerika dan negara-negara Eropa mulai mengunjungi Jepang,
tidak satupun kapal perusahaan Belanda (kecuali milik NHM ) yang memasuki
perairan Jepang. Ada dua alasan mengenai hal tersebut; yang pertama adalah
sampai tahun 1870, Belanda menerapkan politik perkapalan monopolistik, karena
negara Jepang telah memberikan hak pelaayanan (de facto) kepada kapal-kapal NHM untuk melayani rute antara Belanda
dan Nusantara, serta kepada beberapa perusahaan perkapalan; yang kedua adalah
ketika politik tersebut dicabut maka perusahaaan perkapalan Belanda lebih suka
melayanai rute antara Hindia Belanda dengan bandar-bandar niaga di China.
Pertengahan dekade terakhir abad ke-19 tidak ada kapal
Belanda atau Hindia Belanda yang mengunjungi Jepang. Minat untuk menjalin
hubungan niaga dengan Jepang bangkit kembali sejak usainya perang Jepang-Cina
tahun 1985. Bahkan keinginan tersebut terlihat lebih menggebu. Diduga karena
mulai hadirnya kapal-kapal dagang Jepang secara teratur di kawasan Asia
Tenggara pada umumnya ke Indonesia.
Setelah mengadakan bebrapa pertemuan serta mengutus
kiriman ke Nusantara. Akhirnya tanggal 15 september 1902 remi didirikan
N.V.Java china Japan Lijin (LCJL) di Ansterdam. Dengan sejumlah insan yang
menjadi pendirinya, maka dibentuk Java China Japan Lijin sesungguhnya sebagai
suatu perusahaan raksasa. Hal ini dibuktikan dengan adanya modal awal yang
relatif besar.
Awalnya ada pemilihan tiga kapal baru yaitu Cipanas,
Cilacap dan Cimahi. Rute yang ditempuh Cipanas adalah
Batavia-Semarang-Surabaya-Makasar-Hongkong-Kobe-Yokohama. Ada sejumlah alasan
memilih Hongkong, Kobe dan Yokohama.
Walaupun sempat terganggu oleh Perang Jepang-Rusia
(1904-1905), JCJL ini sukses melayani lini yang dirintisnya, maka sejak tahun
1905 hingga dua tahun ke depang perusahaan tersebut menambah tiga kapal lagi.
Seiring dengan bertambahnya jumlah kapal, tahun 1906 perusahaan ini mulai
“memecah” rute dan pelayanannya. Diperkenalkan Java-China-Lijin dan
Java-Japan-Lijin. Khusus Java-China-Lijin ini adalah pelayanan rute China ke
Indonesia (Jawa).
Dapat disimpulkan bahwa tahun-yahun terakhir abad ke-19
kapal-kapal Belanda dan Hindia Belanda mulai kembali memasuki Jepang. Pelayanan
tersebut tidak hanya antara Jepang dan Indonesia tapi juga menayatukan
bandar-bandar dagang China dengan Jepang. Sedangakn kota bandar dagang Jepang
yang dikunjungi hanya Kobe dan Yokohama.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kemajuan kapal
Jepang pada awalnya terbukanya politik isolasi. Yang membawa
kemajuan untuk Jepang sendiri. Hal ini terlihat Kemajuan yang dialami perusahaan
tersebut seiring dengan kemajuan lapangan industriperkapalan. Hal ini terbukti
sejak zaman shogun Jepang telah membangun beberapa galangan kapal. Ada dua tipe
pengglangan kapal pada masa Meiji yaitu galangan kapal milik pemerintah dan milik swasta.
Modernisasi perkapalan dilakukan dengan
penggantian material kapal dari kayu menjadi besi, lalu menadi baja. Modernisas
juga dilakukan pada ukuran kapal yang menjadi lebih besar. Akhirnya, galangan
kapal menjadi aspek maritime yang penting di Jepang. galangan kapal menjadi sebuah industry denan
kekuatan yang tangguh, tidak hanya kewkayan financial, tetapi juga kemajuan
ekonomi, perdagangan, politik serta militer.
Daftar
Pustaka
Asnan,
Gusti. 2011. Penetrasi Lewat Laut : Kapal-kapal Jepang di Indonesia Sebelum
1942. Yogyakarta : Ombak
3 komentar
terima kasih infonya
BalasHapussama sama..
HapusKmu kuliyah jurusan apa
BalasHapusHii All.. Thanks for visiting my blog.. Please leave your comment and connect each other.. Thankyou ^.^