Japan Culture

AWAL LAHIRNYA FEODALISME DI JEPANG

19.56.00




2.1 Awal Lahirnya Zaman Feodalisme Jepang 


Awal permulaan feodalisme Jepang dimulai dengan kemenangan Minamoto yang mengakhiri masa kekaisaran sebagai sumber kuasa politik yang efektif dan permulaan dari tujuh abad penguasaan feodal di bawah suatu deretan shogun. Maka pada tahun 1192, Yoritomo, pemimpin keluarga Minamoto yang menjadi pemenang mendirikan keshogunan atau pemerintahan militer di Kamakura, dekat Tokyo sekarang, dan mengambil alih beberapa kekuasaan administratif yang tadinya dipegang oleh para Kaisar di Kyoto. Sebagai reaksi terhadap apa yang dianggap kemerosotan Kyoto dalam pengabdiannya terhadap kesenian perdamaian, keshogunan di Kamakura menganjurkan kesederhanaan dan latihan bela diri. Masa Kamakura adalah suatu era dimana berlaku bushido (cara samurai atau kesatriaan Jepang). 

2.2 Pemerintahan Para Kaisar Beserta Keluarganya 

Tahun 1213 pemerintahan dipindahkan dari pihak Minamoto ke pihak Hojo, yaitu keluarga istri Yoritomo. Mereka memegang pemerintahan di Kamakura sampai 1333. Untuk memperkuat kedudukannya Yoritomo menempuh cara sebagai berikut : 

1. Mengadakan jabatan-jabatan baru seperti : 

a. Shugo, bertugas sebagai polisi dan militer 

b. Jito, bertugas sebagai pengurus tanah dan memungut pajak 

2. Membentuk pemerintahan Bakufu 

Organisasi pemerintahan militer tersebut di Jepang disebut “Bakufu”. Sebagai pemimpinnya adalah Yoritomo yang pada tahun 1192 memakai gelar “shogun”. Mio You Lan menyatakan bahwa pada tahun 1192 Yoritomo diangkat menjadi “Sei-i-tai-shogun” yang berarti “Jenderalismo penakluk suku timur”. Kata shogun sebenarnya berarti jenderalismo atau pemimpin tentara tertinggi, akan tetapi kemudian nama itu mempunyai arti baru “diktator militer”. Dengan demikian di Jepang muncullah Duel Government (dualisme dalam pemerintahan) yakni: 

a. Pemerintahan sipil, yang berkedudukan di Kyoto dengan Kaisar sebagai kepala pemerintahan. 

b. Pemerintahan militer, yang berkedudukan di Kamakura dengan Shogun sebagai kepala pemerintahan. 

Pada periode ini, Mongol menyerang Kyushu bagian utara dua kali, yaitu tahun 1274 dan 1281. Meskipun senjatanya lebih rendah, pasukan Jepang masih dapat mempertahankan medan perang dan mencegah penyerang masuk ke dalam. Pada akhirnya pasukan Mongol mengundurkan diri dari penyerangan akibat badai taufan yang mengamuk dua kali tepat pada waktu serangan itu dilakukan. 

2.3 Jepang di Bawah Kekuasaan Pemimpin-pemimpin Militer 

Pemerintahan yang pulih dalam waktu yang singkat antara tahun 1333 hingga 1338 dilanjutkan dengan pemerintahan militer model baru. Pemerintahan ini didirikan oleh keluarga Ashikaga di Muromachi di Kyoto. Masa Muromachi berlangsung selama lebih dari dua abad, yaitu dari tahun 1338 sampai tahun 1573. Selama periode ini, disiplin bushido yang keras tampak dalam kegiatan estetika dan agama dan menanamkan kekhasannya secara lestari pada kesnian Jepang. Kekhasannya tampak dalam citarasa klasik yang terkekang dan sederhana. Selama berkuasa selama dua abad, keshogunan di Muromachi mendapat tantangan terhadap kekuasaannya kelompok-kelompok saingan di daerah-daerah lain di negeri itu. 

Menjelang akhir abad keenambelas, Jepang terpecah-belah oleh perang saudara dimana penguasa-penguasa daerah bertempur merebut supremasi.
Kekacauan pun tidak terjadi berlarut-larut. Ketertiban pun dipulihkan kembali leh Jenderal besar Tootomi Hideyoshi pada tahun 1590. Pada tahun 1592 dan 1597 Hideyoshi melakukan melakukan dua kali invasi ke Korea yang kedua-duanya akhirnya gagal menghadapi perlawanan Korea dan Cina. Usahanya dalam mendamaikan dan mempersatukan Jepang dikukuhkan oleh Tokugawa Ieyashu, pendiri keshogunan Tokugawa. Selama masa peralihan perang saudara inilah banyak puri Jepang yang sangat termasyur dibangun. Iyeyashu Tokugawa adalah orang yang mengorganisir pemerintahan Shogunate. 

Usaha-usaha Iyeyashu untuk mempertahankan kedudukan ini, dilakukan dengan cara antara lain: 

1. Ia mengangkat dirinya sebagai shogun pada tahun 1603, sehingga ia merupakan pucuk pimpinan dari semua kaum feodal militer. 

2. Ia menempatkan pusat kegiatan politikny di Yedo. 

3. Ia mengelilingi Yedo dengan fief-fief (tanah-tanah pinjaman milik kaum feodal) yang dikuasai oleh keluarga Tokugawa. 

4. Kedudukan-kedudukan yang penting dalam pemerintahan diberikan kepada tokoh-tokoh atau keluarga Tokugawa yang dapat dipercaya. 

5. Di kota-kota yang penting ditempatkan pejabat-pejabat yang pada waktu tertentu harus mempertanggung jawabkan keadaan daerah tersebut kepada Shogun. 

6. Jalan antara Kyoto-Yedo dijaga dengan ketat, maksudnya jangan sampai kaisar berhubungan dengan dunia luar. Sedangkan sikapnya terhadap kaisar, kaisar tidak diberi kesempatan untuk ikut campur tangan dalam pemerintahan. Hingga secara resmi kaisar masih tetap ada, namun prakteknya kaisar tidaklah lebih dari boneka biasa. 

Keluarga Tokugawa semula membuka hubungan dengan bangsa-bangsa Eropa dan mengijinkan para missionaris Kristen menyebarkan agamanya di seluruh negeri. Lambat laun kehidupan ini berubah, bahkan akhirny mmusuhi agama Kristen. Kaum Kristen ditindas, dikejar-kejar dan semua missionaris diusir. Hal ini disebabkan karena kaum Kristen dianggap akan menggulingkan Shogun. 

2.4 Politik Isolasi 

Dengan adanya perlawanan gigih dari orang-orang Kristen menimbulkan rasa curiga di pihak Shogun terhadap semua perdagangan asing. Hal ini membuat Keluarga Shogun Tokugawa menjalankan politik isolasi terhadap dunia luar. Pada awalnya bangsa Spanyol an Portugis diijinkan untuk melakukan perdagangan. Tetapi lama-kelamaan bangsa-bangsa tersebut dicurigai membantu kaum Kristen yang memberontak. Maka, ada tahun 1640 Jepang melakukan politik isolasi dengan menutup diri terhadap dunia luar. Tetapi bangsa mepat perkecualian karena hanya memusatkan kegiatannya pada perdagangannya dan boleh berdagang di pulau Decima. 

Selain bangsa Belanda sering membantu Shogun Tokugawa menindas kaum Kristen yang membangkang. Dengan politik isolasi tersebut, pemerintah feodal Tokugawa merasa yakin bahwa mereka dapat mencapa kedamaian di dalam maupun di luar wilayahnya. Dengan adanya politik isolasi, jaminan bagi rakyat untuk mencari nafkah menjadi aman. Hal ini terbukti bahwa kemakmuran bangsa Jepang selama politik isolasi juga nampak lebih meningkat. Semangat dan pengajaran Bakufu dapat membelokkan pikiran orang-orang Jepang ke masa lampau. Sejarah Jepang digali, disusun, sehingga demikian menimbulkan rasa cinta terhadap segala sesuatu pada bangsa Jepang. Kesusasteran berkembang baik, Shintoisme dihidupkan kembali. Hal yang terkhir ini membuat bangsa Jepang sadar kembali terhadap penghormatan kaisar sebagai kepala pemerintahan menjadi semakin tinggi. 

2.5 Runtuhnya Kekuasaan Shogun 

Pada awalnya pemerintahan Shogun dapat membuat kedamaian. Tetapi di balik itu pemerintahn Shogun mempraktekan pemerintahan dengan tangan besi dan untuk kepentingan rezimnya. Keluarga Tokugawa sebagai keluarga Shogun terakhir yang memerintah Jepang sebelum Restorasi mempunyai koordinasi sebagai berikut: 

1. Shogun: sebagai pemimpin pemerintahan (kaisar hanya sebagai lambang saja). 

2. Para Daimyo: sebagai pemerintahan Gubernur/ Provinsi. 

3. Samurai-samurai: sebagai serdadu. 

Semua Shogun Tokugawa berpegang pada tradisi kuno yang menyatakan bahwa mereka adalah keturunan Amaterasu Omokami dan disusun memerintah dengan tangan besi. Kaisar terakhir pada masa Tokugawa adalah Keiji sedangkan ibukota negaranya adalah Yedo. Kota tersebut merupakan pusat administrasi dengan segala hukum dan undang-undangnya yang akan menjamin supremasi bagi Shogun Tokugawa. 

Pemerintahan Shogun selalu menentang aktifitas dan inisiatif dari setiap inidividu. Semua aktifitas diawasi oleh pemerintah Shogun. Pada pertengahan abad ke-19 bagian kedua pemerintah Shogun menghadapi keruntuhan. 

2.6 Karakteristik Zaman Feodal 

Zaman Feodal di Jepang dimulai sejak pemerintahan Kamakura Bakufu (tahun 1192 – 1333), dilanjutkan dengan Muromachi Bakufu (1333 – 1573) dan kemudian Zaman Azuchi Momoyama, sampai pada masa Edo Bakufu (1603 – 1867). 

a. Bidang Politik 

Kelahiran Feodalisme Jepang bersamaan dengan kelahiran kelas militer. Dengan hancurnya sistem Ritsuryou, kekacauan bidang politik dan tindak kejahatan meningkat. Hal ini mendorong lahirnya kelompok militer dan memicu kemerosotan sistem politik perwalian (Sekkan seiji).. Dua kelompok militer yang paling kuat adalah Keluarga Minamoto (Genji) dan Keluarga Taira (Heiji). Pada kelanjutannya, berkembanglah sistem insei dimana pemerintahan berpusat pada kuil, sehingga kuil mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai lambaga politik di samping sebagai lembaga keagamaan. Untuk mempertahankan kekayaan dan politik kuil dibentuk tentara pendeta (shohei). 

Pada perkembangannya, pusat kekuasaan politik berpindah dari istana ke markas besar militer (yang pertama adalah di Kamakura). Para keturunan kaisar dan bangsawan diisolasi dari dunia politik di Kyoto, dan kekuasaan politik dikuasai oleh shougun (jendral berkuasa penuh) dan daimyou. Isolasi kelompok istana dari dunia politik cukup ketat, terlihat dari banyaknya peraturan-peraturan yang diciptakan untuk membatasi gerak politik kelompok istana. 

Dalam politik keagamaan, ajaran Kristen mulai masuk ke Jepang melalui pedagang-pedagang Eropa. Oleh beberapa pemimpin zaman feodal, ajaran agama Kristen ini dilarang secara keras karena dianggap mengganggu persatuan negeri. Puncaknya pada masa Feodal akhir, dimana pemerintahan Tokugawa menerapkan kebijakan pintu tertutup (sakoku). 

b. Bidang Ekonomi 

Dalam bidang ekonomi, karakteristik yang paling khas dari zaman feodal adalah adanya sejumlah peraturan mengenai kepemilikan tanah dan pengolahannya, yang lebih spesifik dan ketat dibandingkan zaman monarki. Misal, lahir sistem ryougoku yaitu sistem pemilikan tanah yang berpusat pada daimyou (pembesar tuan tanah). 

Selain itu, sektor-sektor lain seperti pertukangan industri rumah tangga, bidang pertambangan, pertanian, alat-alat pertukangan, dan bidang perdagangan berkembang lebih pesat. Perkembangan ini mendorong pertumbuhan kota di sekitar kuil atau puri (Joukamachi). Sistem mata uang yang sudah ada sejak zaman monarki, pada zaman feodal lebih dimantapkan. Sistem ini ditiru dari Dinasti Sui di China, dimana penggunaannya mencakup seluruh negeri (termasuk daerah pelosok). 

c. Bidang Sosial 

Pada zaman feodal, struktur pelapisan sosial masyarakat / kelas tetap ada. Namun, berbeda dari zaman monarki, golongan tertinggi adalah kelas bushi / militer. Kelas-kelas lain di bawahnya adalah noumin / petani, kousakunin / tukang, dan shonin / pedagang, serta kelas eta dan hinin(budak). Sistem kelas ini bersifat ketat, dimana masyarakat tidak diperbolehkan menukar status, dilarang melakukan perkawinan campuran dan peraturan ini berlaku secara turun temurun. Hal ini menyebabkan terciptanya diskriminasi sosial yang sangat tinggi. 

d. Bidang Budaya 

Dalam bidang budaya, zaman feodal ini terdapat perkembangan yang sangat menakjubkan dimana banyak tercipta kebudayaan khas Jepang yang bahkan masih bertahan hingga saat ini. Kebudayaan ini berkembang, tak hanya mendapat pengaruh dari budaya militer, tetapi juga mendapat pengaruh dari budaya istana dan bangsawan. Sebagai contoh, perkembangan nilai-nilai Bushido (moral militer) seperti sifat-sifat kesederhanaan, sifat ekonomis , kesetiaan dan kesatria. Selain itu, kebudayaan tradisional Jepang seperti seni upacara minum teh (saado), seni merangkai bunga (kadou) dan seni membuat kue Jepang, drama Noh (nou), seni arsitektur puri, musik samisen, drama boneka joururi, drama kabuki tumbuh pada masa. Dapat dikatakan bahwa masa ini adalah masa keemasan perkembangan budaya tradisional Jepang. Kemudian, pada masa Genroku mucul karya sastra bermutu tinggi, seperti karya Ihara Saikaku. Selain itu, Ilmu Belanda, Konfusianisme,Kokugaku / studi nasional dan terakoya / sekolah-sekolah juga berkembang pesat. 

2.7 Persamaan dan Perbedaan Zaman Feodal Awal dan Feodal Akhir 

Zaman feodal dalam sejarah Jepang dibagi menjadi dua pembabakan, yaitu zaman feodal awal (Kamakura Bakufu tahun 1192 – 1333, dilanjutkan dengan Muromachi Bakufu tahun 1333 – 1573 dan Zaman Azuchi - Momoyama), sampai pada zaman feodal akhir (Edo Bakufu tahun 1603 – 1867). 

a. Bidang Politik 

Karakter dari sisi politik yang menyamakan feodal awal dan feodal akhir adalah pusat kekuasaan politiknya sama-sama berada di markas besar militer dan kekuasaan politik dikuasai olehshougun (jendral berkuasa penuh). Para keturunan kaisar dan bangsawan pada kedua zaman ini, sama-sama diisolasi dari dunia politik. Namun, kondisi sedikit berbeda pada zaman feodal awal dimana pada zaman Muromachi, bakufu yang didirikan di Kyoto ini memiliki ciri-ciri khas yakni sebagai penjamin dan pendukung politik istana kaisar, sedangkan pada zaman Kamakura kekuasaan politik kaisar sangat dibatasi secara ketat . Selain itu, melalui restorasi Kenmu oleh Kaisar Godaigo, antara kaum bangsawan dan kaum militer dalam bidang pemerintahan diberikan kedudukan yang sama. 

Pada zaman feodal akhir, Edo Bakufu menetapkan peraturan terhadap istana Kyoto secara lebih spesifik dibandingkan pada zaman feodal awal, dimana kaisar tidak diperbolehkan untuk melibatkan diri dalam kehidupan politik, tetapi harus memperdalam ilmu dan kebudayaan Jepang. Selain itu, kenaikan pangkat para bangsawan istana harus atas izin bakufu, dan para daimyo dilarang memasuki atau menghadap langsung kaisar di Kyoto. Tujuan dari peraturan ini adalah untuk mengawasi kaisar dalam kegiatan politik, termasuk untuk menghindari agar kaisar tidak berkomplot dengan para bangsawan istana dan para daimyou. 

Dalam struktur politik, yang membedakannya adalah pada feodal awal (Kamakura Bakufu yang berpusat di Kamakura), dibuat struktur pemerintahan militer yang langsung berada di bawah pengawasan shogun dengan pembantu-pembantu yang ditunjuknya. Pemerintahan Kamakura Bakufu juga membentuk tiga kantor utama yaitu samurai Dokoro, Madokoro dan Monchujou. Sedangkan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Shugo dan Jitou. Sedangkan pada feodal akhir (Edo Bakufu yang berpusat di Edo), shougun dibantu oleh rochu/penasehat, yang mengawasi seluruh administrasi pemerintahan. Sistem yang berjalan adalah sistem Bakuhan (Bakufu dan han), dimana sistem pemerintahan berdasarkan mekanisme pemerintahan semi otonomi/desentralisasi. 

Bakufu sebagai pemerintah pusat dan han sebagai daerah administratif setingkat propinsi. Dengan kata lain hanberfungsi sebagai lembaga pemerintah tingkat daerah yang mendukung pelaksanaan pemerintahan semi otonomi. Kemudian, kedudukan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi tingkat bakufu adalahShougun, sedangkan pemegang kekuasaan tertinggi tingkat han adalah daimyou. 

Terkait kebijakan politik terhadap perkembangan agama, pada masa Feodal Awal pemerintahan Oda Nobunaga, ia menjadi pelindung agama Kristen dengan maksud ingin menghancurkan agama Budha yang dianggap menghalangi politiknya, dan ingin melancarkan perdangangan luar negeri yang kebanyakan dilakukan oleh penganut agama Kristen tersebut. Sedangkan pemerintahan Toyotomi Hideyoshi, ia melarang penyebaran agama kristen di Jepang karena dianggap mengganggu orientasi penyatuan negeri. Dan pelarangan ini mencapai puncaknya pada masa Feodal akhir, dimana pemerintahan Tokugawa menerapkan kebijakan pintu tertutup (sakoku). 

b. Bidang Ekonomi 

Dalam bidang perekonomian secara umum, dapat dikatakan bahwa pada zaman feodal awal perekonomian tumbuh dengan pesat, lebih maju dan lebih spesifik dibandingkan zaman feodal akhir. Hal ini disebabkan oleh sistem ekonomi dan sistem keuangan pada zaman feodal akhir mulai goyah, yang mengakibatkan terjadinya inflasi. Selain itu, perkembangan jokamachi yang tidak seimbang dan struktur kelas yang ketat mengakibatkan terjadinya kesenjangan sosial yang semakin tajam. 

Khusus untuk hal yang terkait dengan kebijakan pertanian dan kepemilikan tanah, kedua zaman ini sama-sama memberikan perhatian yang cukup serius melalui pembuatan sejumlah peraturan. Pada zaman feodal akhir, dibuat peraturan untuk mengontrol petani, dimana mereka dilarang berpindah tempat tinggal, dilarang untuk menjual sawah / ladangnya, dilarang pindah pekerjaan, dilarang menanami sawah dengan tanaman lain kecuali yang ditentukan oleh bakufu, wajib menyetor pajak dengan jumlah yang telah ditentukan oleh Bakufu, dan petani diharuskan hidup berhemat. 

Sedangkan pada zaman feodal awal, lahir sistem ryougoku yaitu sistem pemilikan tanah yang berpusat pada daimyou (pembesar tuan tanah) sehingga tanah-tanah milik pribadi tak ada lagi. Kebijakan daimyou antara lain; mengontrol para petani dan pedagang, mengembangkan pertanian, pertambangan dan perdagangan luar negeri. Dalam sistem pertanian, kaum militer membantu melipatgandakan produksi dengan cara sistem penanaman ganda. Selain itu, pertukangan industri rumah tangga lebih berkembang secara pesat. 

Dengan adanya perkembangan di bidang pertambangan, pertanian, dan alat-alat pertukangan, bidang perdagangan juga mengalami perkembangan pesat, yang juga mendorong pertumbuhan kota di sekitar kuil atau puri (Joukamachi). Untuk mendukung kegiatan perekonomian tersebut, dibangunlah sejumlah sarana transportasi yang baru (termasuk jalan-jalan). Sistem transportasi yang lebih lancar, mendorong munculnya warung-warung minum dan tempat penginapan di sepanjang jalan besar. Kemudian, muncul kongsi dagang komoditi sejenis (Za) oleh para pedagang dan pengrajin rumah tangga. Pada masa feodal awal ini pula, diterapkan sistem mata uang yang ditiru dari Dinasti Sui di China yang penggunaannya mencakup seluruh negeri (termasuk daerah pelosok). Hal ini mendorong berdirinya tempat peminjaman uang berbunga tinggi (kashiage). 

Khusus pada zaman Azuchi Momoyama, Oda Nobunaga menerapkan peraturan yang menghapuskan pajak-pajak liar, menghapus hak-hak monopoli dagang yang dilakukan oleh pedagang sejenis, membubarkan rakuza (kongsi dagang sejenis). Sedangkan di bawah kepemimpinan Toyotomi Hideyoshi, ia menerapkan kebijakan Taiko Kenchi ; berisi pendaftaran tanah yang menyangkut luas, hubungan antara pemilik dan penggarap, dan jumlah pajak yang harus dibayar. 

c. Bidang Sosial & Budaya 

Baik pada saat pemerintahan feodal awal dan feodal akhir, sama-sama menerapkan struktur pelapisan sosial masyarakat feodal. Pada zaman feodal awal, struktur masyarakat feodal berdasarkangoon dan houkou dengan sistem feodal yang didasarkan atas hubungan shuujuu no kankei (hubungan-hubungan yang ada kaitannya dengan masalah tanah goon dan houkou). Selain itu, undang-undang hukum kelas militer (Goseibai shikimoku atau Jou ei shikimoku) ditetapkan untuk pertama kalinya. 

Sedangkan pada zaman feodal akhir, ada pengetatan sistem pelapisan sosial (yang lebih ketat dibandingkan zaman feodal awal). Masyarakat dibagi menjadi empat kelas (Shinoukousho), antara lain ; bushi / militer (sebagai kelas tertinggi), noumin / petani, kousakunin / tukang, dan shonin / pedagang. Ada pula kelas eta dan hinin (budak). Hal ini ditujukan untuk melaksanakan pengawasan feodal militer secara ketat. Masyarakat tidak diperbolehkan menukar status dan peraturan ini berlaku secara turun temurun. Selain itu, masyarakat dilarang melakukan perkawinan campuran, sehingga tercipta diskriminasi sosial yang sangat tinggi. 

Dalam bidang budaya, dalam dua masa feodal ini terdapat perkembangan yang sangat menakjubkan dimana banyak tercipta kebudayaan khas Jepang yang bahkan masih bertahan hingga saat ini. Pada masa feodal awal, kebudayaan militer berkembang dengan pesat hingga menyebar sampai ke pelosok-pelosok negeri. Selain itu, berkembang pula ajaran Budha baru dari bermacam-macam sekte. Seni ukir berkembang pesat, misal patung Budha dengan ekspresi jantan bergaya realisme. Seni lukis beraliran realisme/lukisan gulung. Bentuk perumahan berupa buke zukuri, yakni bangunan rumah yang dikelilingi tembok dan parit. Sifat-sifat Bushido (moral militer) seperti sifat-sifat kesederhanaan, sifat ekonomis , kesetiaan dan kesatria juga dipelihara dan dikembangkan dengan sungguh-sungguh. 

Lebih spesifik pada zaman Azuchi – Momoyama (feodal awal), berkembang kebudayaan campuran yakni kebudayaan istana yang bersumber dari kaum bangsawan dengan kebudayaan kaum militer. Selain itu, berkembang pula kebudayaan Kitayama yang dicirikan dengan pendirian Kinkakuji dan kebudayaan Higashiyama dengan pendirian Ginkakuji. Sejumlah kebudayaan tradisional Jepang seperti seni upacara minum teh (saado), seni merangkai bunga (kadou) dan seni membuat kue Jepang, tumbuh pada masa ini. Perkembangan lainnya adalah pantun bersambung (renga) dan haiku (pantun bebas), drama Noh (nou), seni arsitektur puri, musik samisen, drama boneka joururi, drama kabuki serta penyempurnaan sado. Pendukung utama kebudayaan pada masa ini adalah tentara, paradaimyou dan para pedagang kaya di sekitar Joukamachi dan Minato Machi. Kebudayaan Azuchi memiliki ciri khusus yaitu adanya keluwesan/lebih bebas dari kebudayaan ningrat. Dapat dikatakan bahwa masa ini adalah masa keemasan perkembangan budaya tradisional Jepang. 

Pada masa kepemimpinan Tsunayoshi (Edo Bakufu, feodal akhir) tercipta suatu masa ketenangan dan kemakmuran (Genroku), yang mendorong munculnya karya sastra bermutu tinggi, seperti karya Ihara Saikaku. Selain itu, Ilmu Belanda, Konfusianisme, Kokugaku / studi nasional danterakoya / sekolah-sekolah berkembang pesat. Terdapat pula bentuk-bentuk baru dari haiku dan drama boneka serta muncul gaya lukisan Ukiyo-e. Ciri khas pada kebudayaan zaman ini adalah sifat egalitariannya.


DAFTAR KEPUSTAKAAN
Beasley, W. G. 2003. Pengalaman Jepang : Sejarah Singkat Jepang. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia

You Might Also Like

2 komentar

  1. nice article, tapi tolong biasakan memberi daftar pustaka atau catatan kaki ya mba. keep productive;)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo.. thanks sarannya. :) Biasa saya emang pake daftar pustaka gan. Sepertinya bagian ini ketinggalan. Terimakasih :D

      Hapus

Hii All.. Thanks for visiting my blog.. Please leave your comment and connect each other.. Thankyou ^.^